INIBORNEO.COM, Jakarta – Orang muda, mulai muak dengan tingkah laku elite yang berbicara tentang kepentingan mereka sendiri yang tercerabut dari akar persoalan rakyat. Hal ini membuat orang muda mulai desak Gerakan Power Up, yang merupakan bagian dari gerakan masyarakat sipil internasional yang mendesak elite politik membuat kebijakan serius meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan berbasis komunitas, pada (19/10).
Ganjar mengatakan krisis iklim dan transisi energi adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup rakyat, namun masyarakat terlihat tidak peduli. Terkait dengan hal tersebut, Orang Muda berencana menggelar aksi serentak di berbagai kota di Indonesia untuk mendesak para capres agar memiliki komitmen yang serius terkait penanganan krisis iklim dan transisi energi.
“Ketidakpastian penanganan krisis iklim dan transisi energi semakin kuat menjelang pilpres 2024 ini. Pasalnya, tidak ada satupun calon presiden yang memiliki komitmen kuat terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi.” ujar Koordinator Climate Rangers Jakarta Ginanjar Ariyasuta.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira konflik kepentingan yang menghasilkan kebijakan penghambat transisi energi bermula dari belum transparannya dana kampanye para kandidat pemilu. Keengganan elite politik dalam berkomitmen secara lebih serius terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi terkait erat dengan aliran dana kampanye dari industri fosil (migas dan batu bara).
“Hasil studi CELIOS menunjukkan sebanyak 89% pemilih berusia muda menginginkan adanya percepatan penutupan PLTU batubara, dan sebanyak 60% menginginkan agar energi terbarukan semakin mendominasi dalam bauran energi nasional.” ungkap Bhima Yudhistira.
Menurut Bhima, desakan dari generasi muda seringkali diabaikan, kalah dengan kepentingan pelaku usaha di sektor fossil yang mendanai para kandidat pemilu. Menurutnya banyak dana-dana gelap energi kotor yang sebagian sulit untuk dilacak. Sehingga menghasilkan pemilih muda yang seringkali hanya dijadikan sebagai target suara, sementara tidak diakomodir aspirasinya dalam bentuk program aksi yang nyata oleh para kandidat elektoral. Perihal transisi energi seringkali tidak terdengar di berbagai kesempatan saat para Capres dan Caleg melakukan kampanye.
Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Malki Sadek Huang, mengatakan bahwa suara generasi muda akan menjadi sangat penting, terlebih untuk Pemilu pada tahun 2024 mendatang.
“Terpantau kira-kira 52% dari total suara yang menentukan nantinya adalah milik orang muda. Sehingga, seharusnya Pemilu 2024 menjadi gerbang terwujudnya mimpi dari suara-suara yang menentukan, termasuk pun tentang aspek lingkungan hidup. Percuma saja setiap harinya mengampanyekan kedekatan dengan anak-anak muda, percuma saja setiap harinya berlomba-lomba merebut suara anak-anak muda, tapi tidak berhasil merancang program-program ataupun berpihak pada isu lingkungan hidup yang akan berdampak banyak bagi masa depan anak-anak muda.” ungkapnya.
Co-Inisiator Bijak Memilih Andhyta Firselly Utami juga mengungkapkan bahwa penting untuk memiliki kerangka yang tepat dalam menilai dan memilih partai maupun calon presiden yang akan mendorong kebijakan sesuai harapan pilihan masyarakat.
“Sebagai seseorang yang sudah bekerja di isu ekonomi dan lingkungan dalam 10 tahun terakhir, saya melihat bahwa kita memasuki momentum baru, di mana diskusinya sudah harus naik kelas dari ‘apakah perlu mengambil langkah serius’ (jawabannya sangat perlu) menjadi ‘bagaimana mendesain solusi yang tepat dan sesuai untuk menyelesaikan tantangan ini dalam konteks Indonesia. Serta Capres harus berkompetisi dalam rencana siapa yang paling baik,” jelas Andhyta Firselly Utami.
“Melalui inisiatif Bijak Memilih, kami bertujuan agar masyarakat, khususnya pemilih muda dengan persentase suara terbanyak, dapat membuat pilihan yang didasarkan oleh kerangka berpikir yang tepat dan informasi yang berkualitas, bukan hanya sekedar viralitas.” tambahnya.
Terakhir, Campaigner 350 Indonesia Suriadi Darmoko mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki banyak komitmen untuk melakukan aksi iklim. Terobosan yang ditawarkan oleh calon presiden untuk mencapai target transisi energi merupakan hal yang penting untuk ditampilkan kepada masyarakat.
“ada banyak pekerjaan rumah bagi Presiden terpilih terutama untuk melakukan aksi iklim secara cepat dan berkeadilan melalui transisi energi dan meningkatkan bauran energi terbarukan di dalam bauran energi nasional. Misal, kerangka kebijakan apa yang akan dibangun untuk mengakselerasi transisi energi? bagaimana pelibatan masyarakat dalam transisi energi? dan banyak pertanyaan lain yang mesti dijawab oleh para bakal calon yang sekaligus harus dikerjakan kelak ketika terpilih,” tutupnya.