INIBORNEO.COM, Pontianak – Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau yang dikenal sebagai Publishers Rights pada 20 Februari 2024. Penerbitan ini didasari pertimbangan bahwa jurnalisme berkualitas merupakan salah satu unsur penting dalam mewujudkan bangsa yang demokratis sehingga diperlukan dukungan perusahaan platform digital. Peraturan ini juga merupakan usulan dari komunitas pers yang sudah dibahas lebih dari 3 tahun lalu, dan draf peraturan tersebut telah dipublikasi di website Dewan Pers pada 17 Februari 2023.
“Semangat awal dari Perpres ini adalah saya ingin jurnalisme berkualitas, jurnalisme yang jauh dari konten-konten negatif, jurnalisme yang mengedukasi untuk kemajuan jurnalisme Indonesia,” ucap Jokowi dalam pidatonya di acara Puncak Peringatan Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta Utara pada Selasa (20/02).
Ia juga mengatakan bahwa ingin memastikan keberlanjutkan industri media nasional melalui kerjasama yang lebih adil antara perusahaan pers dan platform digital.
Jokowi menegaskan bahwa Perpres ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi kebebasan pers, melainkan mengatur hubungan bisnis antara perusahaan pers dan platform digital dengan semangat untuk meningkatkan jurnalisme yang berkualitas.
Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, mendorong dewan pers untuk segera membentuk komite berdasarkan aturan dalam Perpres Nomor 32 tahun 2024 Pasal 9 Ayat (1) dan (2).
“Komite ini jika sudah terbentuk, segera juga untuk menyusun aturan prosedur dan kerjasama untuk memastikan bahwa Perpres ini berjalan sesuai dengan harapan kita. Jadi untuk membentuk ekosistem antara perusahaan pers dan platform digital untuk jurnalisme yang berkualitas,” tutur Usman.
Disisi lain, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan LBH Pers berharap bahwa Perpres Publisher Rights ini dijalankan dengan prinsip keadilan, transparasi dan penuh akuntabilitas. Utamanya terkait pembagian dana atas pemanfaatan berita oleh perusahaan platform digital berdasarkan perhitungan nilai keekonomian, kerja sama lisensi berbayar, berbagi data agregat pengguna berita, dan bentuk lain yang disepakati. Berbagai kerja sama tersebut diharapkan bisa memperbaiki model bisnis jurnalisme yang lebih berkelanjutan pada masa mendatang.
Namun demikian, AJI dan LBH Pers meminta kerja sama tersebut digunakan sebagaimana judul regulasi ini yaitu untuk mendukung jurnalisme berkualitas. Karena itu, penting bagi semua pihak untuk memastikan dana bagi hasil atau lainnya, betul-betul dibelanjakan untuk mendukung jurnalisme berkualitas.
“Salah satunya yaitu dengan memastikan bagi hasil tersebut mengalir pada upah layak jurnalis dan pekerja media. Sebab, hasil riset AJI pada Februari – april 2023, hampir 50 persen jurnalis di berbagai daerah mengatakan bahwa upah mereka di bawah upah minimum. Bahkan belasan persen lainnnya menyatakan bahwa upahnya tak menentu dan mendapat upah dari komisi iklan,” ungkap Rendra Oxtora selaku Ketua AJI Pontianak ketika dihubungi melalui WhatsApp.
Dalam implementasinya, Publisher Rights juga harus memberikan keadlian bagi Public Interest Media yang selama ini telah konsisten mengusung jurnalisme untuk publik.
“Kelompok media ini masih sulit untuk lolos verifikasi Dewan Pers meskipun karya jurnalistik mereka berkualitas. Karena itu, Dewan Pers perlu membuat terobosan agar media-media yang berkualitas bisa lolos verifikasi dan mendapat keadilan dari regulasi ini,” lanjutnya.
Rendra yang menuturkan bahwa AJI dan LBH pers juga menyoroti komposisi komite dalam regulasi ini yang mempunyai tugas untuk memastkan pemenuhan kewajiban Perusahaan Platform Digital. Dalam Pasal 14 Perpres Nomor 32 Tahun 2024 menyebutkan komite terdiri dari lima orang perwakilan Dewan Pers yang tidak mewakili perusahaan, satu perwakilan kementrian dan lima pakar yang ditunjuk oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang politik, hukum dan keamanan.
“Kompisisi seperti ini akan ada enam orang yang dipilih pemerintah dan lima orang dipilih dari Dewan Pers. Dikhawatirkan dari komposisi yang didominasi oleh pemerintah akan menjadi pintu untuk mengintervensi komite. Oleh karena itu, AJI dan LBH pers menilai pentingnya proses seleksi anggota komite dari pemerintah melalui proses yang kredibel sehingga orang-orang yang terplih bisa independen,” jelasnya.
Selain itu, AJI dan LBH Pers mengingatkan pelaksanaan kerja sama berbagi data agregat pengguna berita dalam regulasi ini agar memperhatikan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sehingga tidak merugikan pembaca berita. Dewan Pers juga perlu memastikan regulasi yang lebih teknis terkait Publisher Rights harus berdampak pada jurnalisme berkualitas dan upah yang layak bagi pekerja.
“Termasuk memastikan indikator dan mekanisme pengawasan dalam pelaksanaan regulasi ini agar dapat transparan, akuntabel dan publik mendapatkan informasi yang mudah diakses,” tutup Rendra.