Pemutihan Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal di Kalimantan Tengah Tak Libatkan Dinas Perkebunan

  • Share
Perkebunan kelapa sawit PT Suryamas Cipta Perkasa yang terindikasi masuk ke dalam kawasan hutan di Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis, 21 Desember 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri

INIBORNEO.COM, Pontianak – Agenda pemutihan lahan sawit di kawasan hutan yang sedang dilakukan pemerintah ditanggapi oleh Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah, H Rizky R Badjuri. Ia mengatakan bahwa Kalimantan Tengah menjadi salah satu wilayah prioritas pemerintah dalam agenda tersebut karena memiliki sekitar 1,3 juta hektare lahan sawit yang sebagian ada di kawasan hutan.

Namun, dia menjelaskan bahwa seluruh proses permohonan pemutihan lahan sawit di kawasan hutan dilakukan oleh perusahaan secara mandiri melalui aplikasi Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun).

“Kami tidak memiliki akses ke Siperibun ini. Semua di pemerintah pusat, jadi kami tidak tahu apa-apa,” ujar Rizky.

Risky mengatakan bahwa ia tidak mengetahui persis luas lahan sawit di kawasan hutan Kalimantan Barat yang mengajukan izin pelepasan kawasan hutan. Namun, menurut catatan dari Greenpeace Indonesia, luas lahan sawit ilegal di kawasan hutan Kalimantan Tengah mencapai 817 ribu hektar. Hal ini berarti lebih dari separuh dari total lahan sawit di daerah tersebut berada di dalam kawasan hutan.

Menurut Rizky, penggunaan aplikasi Siperibun dalam proses permohonan hingga legalisasi lahan sawit di kawasan hutan menyebabkan pemerintah daerah setempat tidak mengetahui perkembangan kebijakan ini. Meskipun menyadari dampak kerusakan ekosistem gambut akibat ekspansi sawit, Rizky menganggap keputusan untuk melakukan pemutihan lahan sawit ilegal tersebut sebagai langkah yang tepat.

“Toh, statusnya saja yang hutan lindung, kan hutannya sekarang sudah tidak ada,” katanya.

Pemutihan lahan sawit adalah upaya untuk melegalkan perkebunan sawit yang telah dibangun di dalam kawasan hutan. Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, membentuk Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, atau Satgas Sawit, pada pertengahan 2023. Satgas ini bertugas untuk mengelola proses pemutihan lahan sawit di kawasan hutan.

Satgas itu bertugas menangani pemutihan lahan sawit di kawasan hutan. Berdasarkan analisa Greenpeace, Kalimantan Tengah memiliki sekitar 817.693 hektare lahan sawit di kawasan hutan. Ini menyebabkan Kalimantan Tengah menjadi provinsi rangking dua di pelanggaran kawasan hutan setelah Riau.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Nasional Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024, 28 Maret 2024 lalu mengklaim program ini bakal mampu memperbaiki tata kelola lahan sawit yang semrawut.

Pemberian legalisasi kepada perkebunan sawit illegal di kawasan hutan dinilai Airlangga bisa memulihkan citra industry sawit Indonesia di mata internasional sekaligus meningkatkan pendapatan pajak negara. Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, industri sawit di negara ini sering dianggap tidak ramah lingkungan karena sebagian besar perkebunan didirikan di dalam kawasan hutan, termasuk di Kalimantan Tengah.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra, mengatakan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama deforestasi di Indonesia selama dua decade terakhir. Kira-kira 600 perusahaan besar memiliki perkebunan sawit di dalam kawasan hutan di berbagai wilayah Indonesia, yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat signifikan.

Sebaliknya, daripada memulihkan citra industri sawit Indonesia di tingkat internasional, pemutihan sawit ilegal sebenarnya menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dalam memberantas kejahatan lingkungan. Melalui program pemutihan ini perusahaan-perusahaan sawit perusak hutan bisa lolos dari tanggung jawab dan jerat hukum.

“Kebijakan ini jelas tidak berpihak kepada lingkungan serta masyarakat adat yang terdampak. Hanya menguntungkan oligarki sawit di lingkaran kekuasaan,” tutur Syahrul.

Pemerintah memberikan pengampunan kepada perusahaan sawit yang sudah merambah hutan secara ilegal. Tempo bersama RiauTerkini.com, IniBorneo.com, dan BanjarHits.co yang merupakan mitra Teras.id melakukan liputan bersama di empat provinsi untuk mengungkap kebijakan tersebut. Liputan ini mendapat bantuan/dukungan Pulitzer Center Rainforest Journalism Fund.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *