INIBORNEO.COM, Gorontalo (12/9/20) – Operasi Sapu Jerat di 18 lokasi di Provinsi Gorontalo dan 1 lokasi di Bitung, Sulawesi Utara, berhasil mengamankan 33 ekor satwa liar dilindungi, 8 September 2020. Operasi Sapu Jerat dilakukan tim Gabungan Gakkum KLHK, BKSDAE
Sulawesi Utara, Polda Gorontalo, Sub-Denpom XIII/1-3 Denpom XIII/1 Gorontalgo dan Mimoza TV Gorontalo.
Sustyo Iryono, Direktur Penegahan dan Pengamanan Hutan, Ditjen Gakkum KLHK
mengatakan bahwa sampai saat ini tim Operasi Gabungan masih menyisir lokasi perburuan dan penampungan tanaman dan satwa liar (TSL) dilindungi. “Operasi ini untuk menindak perburuan dan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa yang dilindungi karena melanggar
Undang-Undang No 5 Tahun 1990. Kalau pelanggaran ini terus terjadi akan punahnya satwa liar kita sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem. Jadi kita harus melakukan penindakan tegas,” ujar Sustyo.
Sustyo menjelaskan upaya penyelamatan TSL dilindungi terbagi dalam dua operasi yaitu di hulu dinamakan Operasi Sapu Jerat dan di hilir dinamakan Operasi Peredaran TSL. Operasi Sapu Jerat sasarannya para pemburu TSL di dalam kawasan hutan di 6 lokasi di Provinsi
Sulawesi Utara dan 2 lokasi di Provinsi Gorontalo. Operasi Peredaran TSL – yang masih berlangsung sampai saat ini – menyasar pusat-pusat peredaran TSL di Sulut dan Gorontalo.
Tanggal 8 September 2020, Operasi Peredaran TSL dilaksanakan di Pasar Sabtu Andalas, Kota Gorontalo dan dilanjutkan ke Desa Bubea, Desa Duano, Desa Lombango, Kabupaten Bone Bolango. Operasi berlanjut ke Kelurahan Bulotadas Timur, Kota Gorontalo dan ke
Desa Luhu, Kabupaten Gorontalo, dan Desa Wanggarasi Tengah, Kabupaten Pohuwato plus daerah-daerah yang sudah diidentifikasi banyak beredar TSL ilegal.
Dari 18 lokasi berbeda, Tim berhasil mengamankan 33 ekor satwa dilindungi di Gorontalo dan di Bitung, yaitu:
• 7 ekor perkici dora (Trichoglossus ornatus):
• 4 ekor nuri kepala Hitam (Lorius lori);
• 2 ekor nuri kelam (Pseudeoss fuscata);
• 1 ekor nuri kalung Ungu (Eos squamata);
• 1 ekor kakatua koki (Cacatua galerita);
• 1 ekor betet kepala paruh besar (Tanygnathus megoloryncos);
• 5 ekor nuri ternate (Lorius garullus);
• 1 ekor perkici pelangi (Trichoglossus haematodus);
• 1 ekor kring-kring bukit (Prioniturus falvicans);
• 4 ekor srindit sulawesi (Loriculus stigmatus);
• 1 ekor nuri bayan (Electus roratus);
• 1 ekor kakatua putih (Cacatua alba);
• 3 ekor monyet (Macaca hecky);
• 1 ekor anoa datarn tinggi (Babulus quarlesi);
• 1 ekor yaki (Macaca nigra) di Bitung;
• 1 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Bitung.
Tim mengamankan satwa liar sitaan di kandang transit BKSDA Sulut, Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo dan sitaan Tim Operasi di Bitung dititipkan di Taman Margasatwa Tandurusa Bitung.
Satwa-satwa sitaan itu akan direhabilitasi dan dilepasliarkan ke habitatnya. “Satwa-satwa yang kami sita akan direhabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya dengan melihat kondisi satwa itu. Apabila satwa itu berasal dari daerah lain akan dikarantina lebih dulu, kami akan berkoordinasi dengan pihak terkait di mana satwa itu berasal,” kata Kepala Seksi
Konservasi Wilayah II Gorontalo, BKSDA Sulut, Syamsuddin Haju.
Kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar dilindungi melanggar Pasal 21 jo Pasal 40 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda
maksimum Rp 100 juta.
Berkaitan dengan perburuan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi ini, Kepala BKSDA Sulut, Noel Layuk, 8 September 2020 di Manado mengatakan, “Kami terus mempelajari berbagai informasi terkait jaringan perdagangan satwa antar pulau dan ke luar negeri,
termasuk menjaga kawasan konservasi sebagai habitat satwa-satwa terus. Kami akan terus bekerja sama dengan Ditjen Gakkum untuk melindungi kekayaan sumber daya hayati kita ini, “ tutup Noel. (r-papiadjie)