PONTIANAK – Anjloknya harga kopra beberapa bulan belakangan membuat petani kelapa enggan memanen hasil buahnya. Ongkos produksi kopra yang lebih tinggi dari pada hasil yang akan didapat oleh petani menjadi penyebabnya. Petani malah justru merugi jika usaha ini tetap beroperasi.
“Sekarang harga kopra dikisaran Rp2500-3500 per kg, sementara upah panjat pohon saja bisa sampai 4000an,” ungkap Efendi, petani kopra asal, Batu Ampar, Kubu Raya, Rabu (12/12).
Selain upah panjat pohon, petani juga harus mengeluarkan biaya lainnya, seperti pengupasan, pembelahan, penyungkilan, penyalaian, pengarungan, dan lain sebagainya. Idealnya, jika menginginkan keuntungan, kata dia, maka harga kopra mestinya dikisaran Rp8000-9000 per kg.
Tahun 2018, diakuinya adalah tahun-tahun yang sangat sulit bagi petani kopra. Terutama enam bulan terakhir, harga kopra tak kunjung membaik. Akibatnya, kata dia, petani kopra jamak memutuskan untuk berhenti berproduksi.
“Kebun tidak saya urus. Lebih baik tidak dikerjakan, karena kalau dikerjakan rugi malahan,” ujarnya.
Efendi cukup lebih beruntung ketimbang petani lainnya. Itu karena, ia masih memiliki usaha lain yang menjadi tumpuan hidupnya. Sementara petani lainnya, diakuinya, kelabakan mencari penghasilan lain, guna memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Anjloknya harga kopra, berakibat pada nasib keluarga petani yang bertumpu pada komoditi ini. Bahkan ada anak petani yang mesti putus kuliah, lantaran orangtuanya tidak mampu membayar biaya kuliah.
“Petani sulit memenuhi kebutuhannya, bahkan ada anak petani yang putus kuliah,” tutur Kandar Rusmanto, Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tanjungpura.
Anak petani ini mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi yang dialami oleh keluarga petani kopra. Sebagai seseorang yang hidup dilingkungan petani kopra, ia merasakan betul masalah yang dihadapi oleh mereka.
“Harus ada solusi jangka pendeknya, untuk memecahkan persoalan ini,” desaknya.
Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, saat ini, lahan kelapa di Kalimantan Barat adalah sebesar 106.401 hektare dengan produksinya sebesar 85.256 ton. Sedangkan jumlah petaninya sebanyak 77.497 KK.
Anjloknya harga kopra, ditengarai karena merosotnya harga komoditi itu di pasar dunia. Direktur Operasional PT Aloe Vera Indonesia, Potjiu menuturkan, harga kelapa butir maupun kopra Indonesia, sangat bergantung pada harga minyak kelapa (CNO) di bursa komoditi Rotterdam.
“Harganya sangat tergantung dengan harga CNO di Rotterdam, karena mereka yang menentukan harga,” ucapnya.
PT Aloe Vera Indonesia, merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri pengolahan kelapa dan kopra. Ia menyebut, biasanya harga kopra adalah setengah dari harga CNO di bursa komoditi Rotterdam. “Kalau sekarang Rp7000 per kg, maka harga (beli dari petani) setengahnya, yakni Rp3500an,” sebutnya.
Penurunan terparah, kata dia, terjadi tiga bulan belakangan. Harga terbaik saat ini, bahkan hanya Rp3600 per kg. Diakuinya saat ini, pasokan kelapa dari petani agak tersendat, namun tidak terlalu besar. Itu dikarenakan, perusahaan yang dikelolanya itu, tidak hanya mengandalkan ekspor kopra saja, namun juga mengandalkan pengolahan produk turunan lain yang terserap di pasar lokal.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalbar, Sugiri menyebut, saat ini pemerintah provinsi telah menerima laporan anjloknya harga kopra di tingkat petani. Pihaknya pun masih melakukan identifikasi terkait permasalahan yang dihadapi oleh petani maupun perusahaan.
“Kita dengarkan dan identifikasi permasalahan, untuk selanjutnya dicarikan solusinya,” kata Sugiri, saat melaksanakan pertemuan dengan perwakilan petani kopra dan perusahaan, Rabu (12/12) di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalbar.
Hasil pertemuan tersebut, kata dia, akan disampaikan kepada Gubernur untuk menentukan langkah-langkah guna memecahkan permasalahan ini. Di samping itu, pihaknya juga membutuhkan kerjasama dari petani maupun perusahaan, terutama terkait data-data yang menyangkut harga dan produksi kopra, serta perusahaan yang bergerak di industri pengolahan komoditi ini.
“Termasuk data-datanya juga kami perlukan, kami akan rapikan datanya,” pungkasnya.
Terbit di Pontianak Post edisi 14 Desember 2018