PONTIANAK – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) berharap penetapan dana bagi hasil dari pemerintah pusat yang berkeadilan. Gubernur Kalbar, Sutarmidji menginginkan agar indikator lingkungan menjadi salah satu dasar perhitungan dana bagi hasil.
“Kami minta ada bagi hasil yang lebih rasional. Artinya indikator bagi hasil antara daerah dengan daerah lain harusnya tidak sama,” ungkap dia, saat kegiatan Seminar Ekonomi Regional yang digelar di Kanwil DJPb Kalbar, Kamis (21/11).
Daerah-daerah yang sumber daya alamnya dieksploitasi, menurutnya perlu perhatian yang lebih. Dia mencontohkan dampak lingkungan yang diakibatkan dari pertambangan bauksit. Eksplotasi yang dilakukan dalam aktivitas pertambangan bauksit, dinilianya jelas telah berdampak pada penurunan permukaan tanah,
“Kalau dari aspek lingkungan, yang lebih berbahaya itu justru bukan perkebuan sawit, tetapi pertambangan bauksit, karena berdampak pada menurunnya muka tanah,” kata dia.
Orang nomor satu di Kalbar ini juga mencontohkan Kabupaten Kapuas Hulu yang wilayahnya hampir 51 persen berupa kawasan konservasi. Dengan penetapan kawasan konservasi tersebut, tutur dia, banyak wilayah yang harus dijaga dan tidak bisa dimanfaatkan. Sementara Dana Alokasi Khusus (DAU) yang diterima daerah tersebut, sama saja dengan daerah lain.
“Tidak ada insentif itu dan sebagainya. Bagi hasilnya pun tidak juga. Akhirnya apa, mereka tidak akan menjaga lingkungan, lingkungan rusak negara keluar duit juga,” tutur dia.
Karena itulah, tambah dia, ke depan daerah-daerah yang dikhawatirkan terjadi gangguan lingkungan sebagai dampak dari aktivitas eksploitasi terhadap sumber daya alamnya, harus lebih diperhatikan. Begitu juga untuk daerah yang diberikan kepercayaan sebagai daerah konservasi.
Terkait aturan dana bagi hasil tersebut, Ekonom Universitas Tanjungpura, Eddy Suratman, menilai, diperlukan revisi terhadap UU No 33 tahun 2014 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, utamanya terkait Pasal 14 Huruf C dan Pasal 17 Ayat (3).
“Sehingga proporsi bagian provinsi menjadi lebih besar dari bagian pusat. Misalnya daerah menjadi 84 persen, dimana provinsi mendapat 20 persen dan pusat menjadi 16 persen,” kata dia.
Kemudian, tambah dia, diperlukan revisi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP, yang berlaku di Kementerian ESDM, terutama terkait dengan besaran tarif PNBP Pertambangan Umum. “Misalnya tarif bauksit ditingkatkan dari 3,75 persen, menjadi sekitar 7-10 persen,” kata dia.