Taiwan Bebas Nuklir, Indonesia Malah Bangun PLTN

  • Share
Ilustrasi pabrik PLTN, sebuah simbol masa depan yang penuh potensi dan tantangan. Di balik megahnya struktur beton dan teknologi canggih, tersembunyi pertanyaan tentang keberlanjutan dan dampaknya pada kehidupan sekitar.

INIBORNEO.COM, Pontianak – Taiwan resmi menutup reaktor nuklir terakhirnya pada Sabtu lalu, menandai tonggak bersejarah sebagai negara bebas nuklir. Langkah ini disambut baik oleh organisasi lingkungan seperti 350.org Asia yang memandangnya sebagai kemenangan gerakan masyarakat sipil dan pukulan terhadap dukungan global terhadap energi nuklir, termasuk dari negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Namun, euforia ini disertai dengan kewaspadaan. Pemerintah Taiwan masih mempertimbangkan untuk memperpanjang masa operasi reaktor nuklir yang ada, serta berencana meningkatkan impor gas fosil sebagai sumber energi pengganti.

Liangyi Chang, penasihat 350.org Taiwan, menyebut penutupan reaktor terakhir ini sebagai “tonggak bersejarah” dalam transisi energi negara tersebut. “Kami melihat ini sebagai langkah penting menuju masa depan bebas nuklir dan berharap ini menjadi awal menuju energi terbarukan 100% untuk komunitas di Asia,” ujarnya.

Chang juga mengingatkan bahwa keputusan masa depan harus mengedepankan solusi yang demokratis dan berkelanjutan. “Sekarang saatnya berinvestasi dalam alternatif berbasis masyarakat yang memastikan keadilan energi, ketahanan iklim, dan pemberdayaan lokal untuk generasi mendatang,” tambahnya.

Chuck Baclagon, kampanye regional 350.org Asia, mengkritik rencana Taiwan untuk mengganti energi nuklir dengan bahan bakar fosil. Ia menyebut langkah itu sebagai kontraproduktif terhadap upaya mengatasi krisis iklim.

“Energi nuklir adalah gangguan yang berbahaya dan mahal dari solusi iklim yang sesungguhnya. Tapi bergantung pada bahan bakar fosil untuk 84% kebutuhan listrik pada 2025 akan memperburuk emisi gas rumah kaca dan memperlemah keamanan energi,” kata Baclagon.

Ia menyerukan percepatan investasi dalam infrastruktur energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin lepas pantai, serta kebijakan efisiensi energi yang inklusif.

Sementara Taiwan merayakan era bebas nuklir, Indonesia justru menggulirkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Proyek ini direncanakan menggunakan teknologi reaktor modular kecil (SMR) dengan kapasitas 1.000 megawatt dan ditargetkan beroperasi pada tahun 2040.

Rencana ini menuai pro dan kontra. Pemerintah pusat mengklaim bahwa pembangunan PLTN akan mengatasi defisit listrik hingga 15% pada jam puncak dan mendorong pengembangan kawasan industri serta menarik investasi. Namun, masyarakat lokal dan organisasi lingkungan menyoroti potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan sosial.

Misnah, seorang petani dari Dusun Sungai Baung, menyuarakan kekhawatirannya terhadap proyek ini. “Kami khawatir dengan dampak lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat,” ujarnya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) juga menolak rencana ini, menyatakan bahwa PLTN bukan solusi ketahanan energi dan berpotensi membahayakan lingkungan serta masyarakat.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkayang meminta pemerintah daerah untuk melakukan kajian mendalam mengenai dampak positif dan negatif dari pembangunan PLTN ini.

Rencana pembangunan PLTN di Bengkayang menjadi sorotan nasional, terutama di tengah peringatan bencana nuklir seperti Chernobyl dan Fukushima. Banyak pihak mendesak agar pemerintah mempertimbangkan kembali proyek ini dan fokus pada pengembangan energi terbarukan yang lebih aman dan berkelanjutan.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *