Sekolah Harapan Bangsa Rayakan Semua Hari Raya, Tidak Hanya Imlek

  • Share

INIBORNEO.COM, PONTIANAK – Sekolah Harapan Bangsa kembali menggelar perayaan Imlek Bersama sebagai bagian dari upaya menanamkan nilai-nilai keberagaman, toleransi, dan persatuan kepada para siswa.

Koordinator panitia penyelenggara, Meirita Rosanti, menegaskan bahwa perayaan Imlek ini bukan hanya sekadar perayaan budaya Tionghoa, tetapi juga sebagai sarana edukasi bagi siswa tentang pentingnya menghargai perbedaan.

“Lewat kegiatan ini, sekolah ingin mengajarkan anak nilai-nilai toleransi, menghargai perbedaan, dan menanamkan nilai persatuan. Ini adalah salah satu budaya Tionghoa yang penting untuk dikenali, agar anak-anak tidak asing dengan keberagaman yang ada di sekeliling mereka,” ujar Meirita.

Dalam acara ini, para siswa yang berasal dari berbagai latar belakang agama dan suku turut berpartisipasi dalam berbagai penampilan seni seperti tarian, nyanyian, dan wushu. Hal ini, menurut Meirita, juga menjadi kesempatan bagi anak-anak untuk menumbuhkan rasa percaya diri.

Sekolah Harapan Bangsa sendiri memiliki 195 murid dari berbagai latar belakang agama dan suku. Dari jumlah tersebut, 20 persen di antaranya beragama Islam, sementara sisanya beragama Buddha, Hindu, Konghucu, Kristen, dan Katolik. Menariknya, sekolah ini menyediakan guru agama bagi setiap agama, termasuk Konghucu, sebagai bentuk komitmen terhadap keberagaman.

“Banyak yang masih mengira bahwa sekolah ini hanya untuk orang Tionghoa atau penganut Buddha, padahal kenyataannya tidak. Kami merayakan semua hari raya keagamaan, seperti Natal, Idul Fitri, dan lainnya. Semua budaya kami rayakan,” tambah Meirita.

Senada dengan hal itu, Wakil Ketua Yayasan Harapan Bangsa, Sudino Lim, menegaskan bahwa perayaan Imlek yang digelar di sekolah ini merupakan perayaan budaya, bukan keagamaan.

“Kami merayakan semua budaya, bukan hanya budaya Tionghoa, tetapi juga Melayu, Dayak, dan lainnya. Sekolah ini berangkat dari sejarah Sekolah Cen Chiang Se Siau yang dulu berbasis Mandarin, tetapi kini kami mengadaptasinya menjadi sekolah nasional berbasis budi pekerti dengan tiga bahasa,” jelas Sudino.

Ia juga berharap lebih banyak masyarakat dari berbagai latar belakang suku dan agama menyadari bahwa Sekolah Harapan Bangsa terbuka untuk semua orang. “Kami tidak terikat pada satu agama atau suku tertentu. Sekolah ini adalah tempat belajar bagi siapa saja yang ingin mengembangkan budi pekerti dan menghargai keberagaman,” pungkasnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *