INIBORNEO.COM, Pontianak – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kalbar mencatat setidaknya terdapat 853 kasus pelanggaran HAM di Kalimantan Barat (Kalbar). Dari total tersebut LBH Kalbar mencatat total korban sedikitnya sebanyak 892.442 jiwa.
Hal tersebut terungkap saat kegiatan peluncuran catatan akhir tahun (Catahu) 2024 tentang situasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi Kalimantan Barat, Jumat (24/1). “Artinya selama tahun 2024 sedikitnya terdapat 2,34 kasus setiap harinya di Kalimantan Barat,” ujar Kepala LBH Kalbar, Ivan Wagner.
Lima Kab/Kota dengan korban terbanyak yaitu Kabupaten Landak tercatat sebagai wilayah dengan jumlah korban terbanyak dengan sedikitnya 118.363 jiwa. Menyusul berikutnya Kabupaten Sanggau dengan 116.079 jiwa, disusul dengan Kabupaten Sekadau dengan 101.237 jiwa, disusul Kabupaten Sambas 85.785 jiwa, kemudian Kabupaten Kapuas Hulu dengan 84.801 jiwa. Sementara itu, hanya Kota Singkawang yang tercatat jumlah korban di bawah 10.000 jiwa.
Dengan jumlah yang tercatat itu, artinya sedikitnya 15,94 persen warga Kalbar telah menjadi korban pelanggaran HAM, yang mana jumlah tersebut merupakan jumlah minimal. Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi pelanggar dalam 94% kasus, menyusul Pemerintah Provinsi berada di urutan ke-2, Korporasi lokal di urutan ke-3, Pemerintah Pusat di urutan ke-4, dan Polisi pada urutan ke-5.
Adapun tiga topik hak asasi manusia yang paling dominan terlanggar ialah pelanggaran terhadap “hak atas lingkungan, hak atas kesehatan, hak atas air dan sanitasi, serta perubahan iklim” dengan total 450 kali terlanggar. Diikuti pelanggaran terhadap “hak atas pembangunan” sebanyak 449 kali terlanggar, dan pelanggaran terhadap “hak tanggap darurat bencana, krisis kemanusiaan, dan tanggap situasi konflik” dengan 201 kali terlanggar.
Pada tahun ini, tema yang diusung Catahu adalah “Jerit dalam Jerat : Derita Warga Berhadapan dengan Kelindan Pelanggaran HAM dan Politik Pecah Belah”. Kepala LBH Kalbar, Ivan Wagner, menyatakan bahwa tema tersebut sebagai refleksi jeritan warga semua sebagai warga Kalbar sebagai suatu ekspresi atas segala kerentanan, kesulitan, hingga derita, akibat berbagai jerat pelanggaran hak asasi, yang mendera.
“Itu semua baik sadar ataupun tidak sadar direlasikan dengan pelanggaran hak asasi, di mana dalam konsepnya, negara adalah subyek pengampu kewajiban, dan warga negara ialah pengampu haknya,” katanya.