100 Hari Menjabat, Prabowo-Gibran Dinilai Belum Berhasil Capai Transisi Energi Berkeadilan

  • Share
Ilustrasi pabrik PLTN, sebuah simbol masa depan yang penuh potensi dan tantangan. Di balik megahnya struktur beton dan teknologi canggih, tersembunyi pertanyaan tentang keberlanjutan dan dampaknya pada kehidupan sekitar.

INIBORNEO.COM, Pontianak – Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah mencapai 100 hari. Namun, hingga kini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan menilai tidak ada kemajuan signifikan dalam transisi energi terbarukan Indonesia.

Koalisi menilai sejumlah aspek dalam kebijakan transisi energi–yang mengacu pada rekomendasi delapan Quick Wins yang diserahkan kepada Tim Pertumbuhan 8% Prabowo-Gibran–bahkan mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut dapat terlihat dari langkah Presiden Prabowo yang justru memprioritaskan energi baru seperti hilirisasi batu bara, nuklir, teknologi penangkapan karbon (CCS/CCUS), cofiring, dan gas.

Berikut adalah penilaian dan rekomendasi untuk masing-masing langkah tersebut:

Quick Win 1: Pelibatan dan Partisipasi dalam Penyusunan Kebijakan Strategis

Pelibatan masyarakat sipil dalam perencanaan strategis nasional, khususnya dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), belum terlaksana secara bermakna. Meskipun Permen PPN No. 5/2023 mewajibkan pelibatan tersebut, selama Musrenbangnas pada Desember 2024, transparansi minim dan masyarakat sipil tidak mendapat akses yang memadai. Pemerintah perlu segera menerapkan prinsip pelibatan publik melalui mekanisme formal yang transparan, memastikan masyarakat memiliki ruang partisipasi nyata dalam proses kebijakan strategis.

Quick Win 2: Evaluasi Kebijakan Energi Nasional dan RUU EBET

Alih-alih mengevaluasi kebijakan energi yang tidak berkelanjutan, pemerintah justru memprioritaskan pengembangan energi nuklir, hilirisasi batubara, CCUS, dan gas sebagai strategi utama. Langkah ini bertentangan dengan tuntutan masyarakat sipil untuk transisi energi yang ramah lingkungan. Pemerintah disarankan untuk segera meninjau ulang kebijakan energi berbasis bukti dan memastikan kebijakan yang mendukung energi terbarukan serta transisi yang berkeadilan.

Quick Win 3: Penyusunan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU

Tidak ada perkembangan signifikan terkait peta jalan pensiun dini PLTU. Komitmen pemerintah terhadap penghentian PLTU sebelum 2040 terganjal oleh ketidakjelasan kebijakan dan pernyataan yang tidak selaras antarpejabat. Presiden perlu segera menyusun peta jalan komprehensif yang mencakup safeguard sosial dan lingkungan serta memastikan target pengurangan emisi sesuai dengan komitmen Nationally Determined Contributions (NDC).

Quick Win 4: Insentif untuk Energi Terbarukan dan Pemberdayaan UMKM

Meskipun ada langkah awal seperti pembentukan posisi direktur tata kelola karbon, insentif pembiayaan untuk mendukung energi terbarukan dan pemberdayaan UMKM belum menunjukkan hasil nyata. Pemerintah harus mempercepat implementasi kebijakan karbon, memperketat kriteria taksonomi hijau, dan memastikan insentif benar-benar mendukung transisi energi yang inklusif.

Quick Win 5: Penerapan Analisa ESG dalam Perizinan Investasi

Prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) belum diintegrasikan ke dalam perizinan investasi. Meskipun Presiden menyuarakan pentingnya investasi yang berkelanjutan, tidak ada langkah konkret untuk merealisasikannya. Pemerintah perlu mempercepat regulasi dan pelatihan terkait ESG serta memastikan implementasi yang konsisten.

Quick Win 6: Kebijakan NEK untuk Mencapai NZE

Kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) belum menunjukkan perkembangan berarti, dan proyek-proyek bahan bakar fosil masih mendominasi daftar yang mendapatkan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE-GRK). Pemerintah disarankan untuk meninjau ulang kebijakan NEK dengan menerapkan safeguard yang kuat, meningkatkan transparansi, dan memastikan proyek yang didanai benar-benar berkontribusi pada target Net Zero Emission (NZE).

Quick Win 7: Peninjauan Program Biofuel

Program biofuel seperti biodiesel B50 dan bioetanol E10 mengalami kemunduran karena pemerintah mendorong ekspansi lahan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Langkah ini berisiko mempercepat deforestasi dan melanggar batas keberlanjutan. Pemerintah harus mengevaluasi kebijakan biofuel berbasis bukti dan menghentikan ekspansi yang merusak ekosistem.

Quick Win 8: Evaluasi Program Cofiring

Program cofiring, yang mengintegrasikan biomassa dengan PLTU batubara, belum dievaluasi sebagai solusi yang relevan untuk transisi energi. Pemerintah perlu segera meninjau ulang efektivitas dan dampak lingkungan program ini serta menyusun roadmap yang jelas dan berbasis keadilan sosial.

Hasil evaluasi dan berbagai temuan di atas menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi oleh pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan inklusif melalui percepatan transisi energi yang sejalan dengan visi misi Asta Cita.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *