INIBORNEO.COM, Jakarta (24/03/21) – 99Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan partai politik lebih peduli dan berupaya dalam meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia. Upaya dan kepedulian ini harus dilakukan demi tercapainya Corruption Perception Index (CPI) Indonesia yang lebih baik. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Keynote Speech Webinar Nasional Politik Berintegritas dengan topik Peran Partai Politik dalam Upaya Peningkatan CPI.
“Partai politik adalah pilar utama demokrasi, karena itu partai politik harus sehat dan sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat, demi tegaknya pilar demokrasi,” kata Ghufron.
Skor CPI Indonesia 2020 turun 3 poin dari tahun sebelumnya, dari 40 menjadi 37 dengan 100 sebagai skor tertinggi. Sehingga menempatkan Indonesia pada peringkat 102 dari 180 negara yang diukur. Transparency International Indonesia (TII) mencatat ada 2 indikator penilaian terkait dunia politik dan demokrasi yang mengalami penurunan, yaitu Varities Democracy Project (VDem) dan Political Risk & Economic Survey (PERC) Asia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor politik masih sangat rentan terjadinya korupsi.
Dua indikator ini, kata Ghufron, harus menjadi pengingat kepada partai politik untuk menjadi panglima dalam rekrutmen kepemimpinan, regulasi, dan pengawasan anggaran. Bukan untuk memperjuangkan kepentingan tertentu saja.
Ghufron mengungkapkan hingga saat ini KPK telah menindak 430 orang politikus yang menjabat sebagai anggota DPR,DPRD, dan kepala daerah. Ia yakin jumlah ini masih merupakan fenomena gunung es.
“Mungkin yang tak tertangani justru lebih banyak,” kata dia.
Padahal, kata dia, KPK sudah b erupaya dari segala sisi. Bukan hanya menindak. KPK telah melaksanakan kajian-kajian yang mendorong perbaikan di tata kelola partai politik supaya bisa lebih sehat dan berpihak pada rakyat.
Diskusi ini diikuti oleh para delegasi partai politik dan masyarakat umum lainnya, dengan narasumber Sekjen TII Danang Widoyoko, Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Charles Simabura, Pegiat Media Sosial Sherly Annavita Rahmi, dan Direktur Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK Tomi Murtomo.
“Terjungkalnya IPK Indonesia 2020 karena kualitas demokrasi yang menurun sejak akhir tahun 2019. Kemudian pandemi memperparah keadaan lantaran celah korupsi terbuka lebar dengan minimnya transparansi pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa untuk penanganan Covid-19,” ujar Danang.
TII mencatat bahwa indikator VDem Indonesia turun 2 poin menjadi 26 dengan mengukur 7 prinsip demokrasi yaitu electoral, liberal, participatory, deliberative, egalitarian, majoritarian and consensual. Pemangku kepentingan pada indikator ini meliputi penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), peserta pemilu dari unsur independen maupun partai politik, serta pilihan sistem politik (sistem pemilu). Sedangkan pada indikator PERC turun 3 poin menjadi 32 dengan mengukur persepsi korupsi sektor publik, salah satunya unsur pimpinan politik nasional dan lokal.
Oleh karena itu, melalui webinar ini KPK memandang penting untuk menggandeng partai politik guna mendorong terbangunnya awareness dan perilaku antikorupsi baik bagi pengurus maupun internal partai, meningkatkan sense of belonging upaya pemberantasan korupsi di sektor politik baik bagi birokrasi maupun masyarakat, meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi dan institusi partai politik, serta menggali komitmen partai politik dalam rangka meningkatkan integritas dan tata kelola internal partai.
Partai politik sebagai representasi rakyat punya peran besar dalam upaya perbaikan indikator demokrasi. Tak bisa dipungkiri bahwa partai politik sebagai penentu pemilihan pejabat publik dan pembuatan kebijakan yang di dalam prosesnya memiliki kerawanan korupsi. Mulai dari biaya elektoral dan kampanye hingga saat menjabat dalam proses pengadaan barang dan jasa, penyusunan anggaran, serta konflik kepentingan. “Maka saya meminta, partai politik betul-betul serius dan berkomitmen untuk andil dalam upaya meningkatkan CPI kita”, tutup Ghufron.