INIBORNEO.COM, Jakarta Rabu 1 Juli 2020 – Sejumlah masyarakat sipil melakukan aksi di depan gedung BNI, KPK dan OJK menuntut lembaga pembuat kebijakan dan penegakkan hukum untuk mengusut perusahaan sawit, karet dan kayu milik Korindo Group, konglomerat Korea Selatan yang beroperasi di Papua dan Maluku.
Aksi ini merupakan tindak lanjut atas temuan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Korindo melalui pembayaran ‘konsultan’ yang mengambil lahan dari masyarakat adat DiMerauke, Papua setelah hasil liputan investigasi Al Jazeera dan laporan Kamis, 25 Juni 2020 lalu.
Direktur WALHI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi selaku koordinator aksi menyatakan bahwa aksi ini merupakan wujud dari solidaritas terhadap masyarakat Papua yang lahannya dirampas oleh Korindo. “Kami harus ikut berjuang bersama masyarakat Papua yang hutannya dirusak, karena keputusan politik, kebijakan dan penegakkan hukum harus dimulai dari sini di Jakarta. Kami sebagai masyarakat urban yang menghirup oksigen yang dihasilkan oleh hutan Papua juga merasa ini bagian dari keberlangsungan hidup kami yang harus diperjuangkan”, ungkap Bagus.
Aksi ini dilakukan untuk menekan Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai pemberi kredit terbesar grup Korindo dan menjadikan perusahaan bermasalah ini sebagai klien terbesar ke-6 BNI untuk sektor pertanian dengan jumlah pinjaman 2,8 triliun rupiah pada triwulan 2017.
Bahkan jumlah pinjaman ini meningkat dari tahun ke tahun dengan kenaikan lebih dari 19% tiap tahunnya. “Kami minta BNI untuk berhenti mendanai Korindo dan segera melakukan evaluasi pembiayaan bila tidak ada perbaikan tata kelola dan keberlanjutan sesuai batas waktu yang disepakati”, ungkap Edi Sutrisno, Direktur Transformasi untuk Keadilan (TuK) INDONESIA.
Aksi yang juga dilakukan di depan kantor OJK ini bermaksud mendorong lembaga pembuat kebijakan jasa keuangan seperti OJK di Indonesia untuk lebih serius memastikan uji kelayakan dari bank-bank di Indonesia agar bisa memenuhi kebijakan Tata Kelola Lingkungan dan Sosial (Environmental Social Governance/ESG) yang lebih baik sehingga praktek-praktek perusakan lingkungan, pelanggaran HAM dan korupsi bisa dicegah.
Edi juga menekankan perlunya proses sinergi penegakkan hukum di Indonesia dengan penegakkan hukum di Singapura dan Amerika dalam menelusuri kejahatan korporasi dan melakukan tindakan berdasarkan Undang-undang (UU) Anti Penyuapan, UU pencucian uang dan anti pencucian uang dan sanksi berdasarkan UU Magnitsky Act. “KPK harus segera turun tangan dan serius melakukan hal tersebut, melakukan investigasi dan berkoordinasi serta bekerjasama dengan jaringan penegak hukum di negara lain”, pungkas Edi. (r-papiadjie)