KLHK: Pencegahan Karhutla Lebih Baik daripada Penanggulangan

  • Share
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan kunjungan ke Kalimantan Barat pada Sabtu, 17 Mei 2024, dalam rangka Konsolidasi Kesiapan Personel dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan kunjungan ke Kalimantan Barat pada Sabtu, 17 Mei 2024, dalam rangka Konsolidasi Kesiapan Personel dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan.

INIBORNEO.COM, Pontianak – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan kunjungan ke Kalimantan Barat pada Sabtu, 17 Mei 2024, dalam rangka Konsolidasi Kesiapan Personel dan Peralatan Pengendalian Kebakaran Lahan di provinsi tersebut. Dalam kesempatan itu, Hanif menegaskan bahwa pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) jauh lebih efektif dibandingkan penanggulangan, terutama karena karakteristik lahan gambut yang sangat sulit dipadamkan.

“Kalbar tercatat memiliki jumlah titik api terbanyak dengan total 57 titik di tahun 2024, menempati peringkat kedua setelah Riau,” ungkapnya.

Hanif menjelaskan bahwa sekitar 100 hektare lahan yang terbakar berada di kawasan gambut, bukan di tanah mineral. Ia menyoroti pentingnya penanganan karhutla karena dampaknya yang luar biasa besar, termasuk terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca.

“Jika kebakaran terjadi di lahan gambut, khususnya saat musim kemarau, penanganannya akan sangat sulit. Bahkan water bombing pun kurang efektif. Karena itu, pencegahan jauh lebih penting dibanding penanggulangan,” tegasnya.

Provinsi Kalimantan Barat sendiri memiliki lahan gambut seluas 2,4 juta hektare, menjadikannya salah satu wilayah dengan cakupan lahan gambut terbesar di Indonesia. Dengan wilayah sebesar itu dan hanya dikelola satu gubernur, Hanif menekankan perlunya koordinasi lintas sektor yang kuat.

“Kami akan meminta dukungan dari Gubernur Kalbar untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kesiapan seluruh jajaran, termasuk BPPH, Dinas Perizinan, Perkebunan, dan Lingkungan Hidup. Evaluasi ini penting untuk memastikan bahwa seluruh perusahaan telah memenuhi standar dan sarana sesuai ketentuan Kementerian LHK,” tambahnya.

Hanif juga memperingatkan bahwa perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari paksaan pemerintah, denda PNBP, hingga sanksi pidana maksimal satu tahun, sesuai ketentuan undang-undang.

“Kami akan menindak perusahaan yang lahannya terbakar. Jika luas kebakaran signifikan, seperti lebih dari 500 hektare, maka akan ditempuh pendekatan hukum pidana. Untuk kasus yang lebih kecil, akan dilakukan gugatan perdata dan sanksi administratif,” jelasnya.

Terkait penegakan hukum, Hanif menyampaikan bahwa pada tahun 2023 terdapat 10 kasus yang sedang diproses, meliputi sanksi paksaan pemerintah dan gugatan perdata. Namun, belum ada kasus yang masuk ranah pidana karena tidak memenuhi ambang batas luasan.

Ia juga mengapresiasi kerja sama Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), yang aktif melakukan pembinaan kepada anggota dan edukasi kepada masyarakat sekitar kawasan perusahaan agar tidak melakukan pembakaran lahan.

Sekretaris Jenderal GAPKI, M. Hadi Sugeng, menyatakan bahwa pihaknya membawahi 15 cabang dan 750 perusahaan. GAPKI telah menyusun standar operasional manual, rutin memberikan pengingat kepada anggotanya secara daring maupun luring, dan aktif berkoordinasi dengan kementerian terkait, termasuk dalam menyosialisasikan regulasi terbaru.

“Kebakaran di perkebunan adalah musibah yang merugikan aset perusahaan sendiri. Oleh karena itu, GAPKI berkomitmen penuh mendukung program Zero Burning dan akan terus mengikuti kunjungan Bapak Menteri ke delapan provinsi guna memastikan upaya pencegahan diterapkan secara merata di seluruh perkebunan anggota,” tutupnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *