INIBORNEO.COM, Jakarta – Langkah TNI Angkatan Darat meniadakan tes keperawanan sebagai syarat untuk Korps Wanita Angkatan Darat mendapatkan apresiasi dari Komnas Perempuan dan Human Right Watch. Kedua lembaga ini mengharapkan langkah Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa, dapat diikuti lintas matra lainnya.
“Kita perlu apresiasi komitmen untuk menghentikan tes keperawanan bagi calon anggota maupun calon pasangan anggota TNI. Komitmen ini perlu dituangkan dalam bentuk bentuk kebijakan untuk lintas matra,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriani, Rabu 11 Agustus 2021.
Andy mengharapkan lahir kebijakan yang sungguh-sungguh dalam menghentikan tes keperawanan sebagai persyaratan untuk pendidikan akademi, atau apapun. “Termasuk praktik serupa atas nama apapun atau untuk sekedar pencatatan, karena tes serupa ini yang tidak memiliki signifikansi pada aspek kesehatan dan sekaligus dapat menimbulkan rasa malu, takut bahkan trauma,” ujarnya.
TNI AD pun dalam menuangkan komitmen ini dalam aturan resmi, tak hanya kebijakan saja, sehingga tes keperawanan bagi calon prajurit dan juga bagi calon istri anggota TNI AD mempunyai payung hukum yang jelas. Beleid tertulis ini pun dapat menghindari pertentangan pendapat antarmatra militer.
Andreas Harsono, dari HRW Indonesia, menambahkan, penghentian tes keperawanan ini merupakan buah manis upaya Komnas Perempuan selama dua tahun terakhir. “Komnas Perempuan telah melalukan komunikasi dengan para pejabat militer, termasuk KSAD Jenderal Andika Perkasa, guna hentikan tes keperawanan ini,” katanya.
Dia mengatakan, praktek ini tidak ilmiah, dan sudah dilarang World Health Organisation. “Ia merendahkan perempuan, bikin trauma para korban. Jenderal Andika mengambil keputusan yang benar,” cetusnya.
Sejak 2014, Andreas mengatakan mengenal cukup banyak anggota keluarga besar TNI-AD, termasuk dari kalangan isteri dan anak perempuan tantara. Mereka, katanya, juga keberatan dengan praktek yang merendahkan perempuan ini. Mereka bekerja di balik layar guna mendorong suami, ayah atau kakek mereka untuk lakukan perubahan.
Dia pun mengharapkan TNI-AL dan TNI-AU, dapat mengambil langkah-langkah tegas, sesuai rekomendasikan WHO untuk memperlakukan lelaki dan perempuan setara dalam rekrutmen. TNI-AD sudah hentikan “tes keperawanan” bagi perempuan yang hendak menikah dengan anggotanya.
“TNI-AL dan TNI-AU seyogyanya berhenti percaya pada ilmu pengetahuan palsu soal pemeriksaan vagina bisa mengetahui aktivitas seks seorang perempuan atau pakai alasan kalau ada pemeriksaan keperjakaan, mereka juga akan lakukan para lelaki,” katanya.
Tokoh-tokoh Komnas Perempuan bisa menerangkan dengan baik bahwa perempuan sudah terlibat dalam urusan militer dengan sejarah yang panjang. “Coba perhatikan menteri-menteri pertahanan perempuan atau jenderal-jenderal perempuan dari berbagai negara sahabat. Kemajuan takkan tercapai bila suatu bangsa atau masyarakat meninggalkan separuh dari anggota masyarakat itu,” lanjutnya.
Kebijakan ini sudah semestinya diikuti dengan membuat aturan baru di tubuh TNI Polri. Sebagaimana diketahui, Ia mencontohkan dinamika di tubuh Polri yang sempat menghentikan tes keperawanan pada 2006-2007, tapi kembali memberlakukannya sekitar tiga tahun kemudian. Namun, Kapolri Badrodin Haiti, menghentikan tes ini pada tahun 2014.