INIBORNEO.COM, Maumere – Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Komodo Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra pada hari Jumat 10 Juli 2020 lalu mengamankan 175,3380 meter kubik kayu olahan jenis Merbau dan Meranti illegal asal Maluku di gudang penampungan kayu milik UD. I di Jl. Bengkunis Wuring, Kab. Sikka, Nusa Tenggara Timur.
“Pada lokasi gudang tersebut juga diamankan barang bukti lainnya, yakni Kapal Layar Motor (KLM) Malawalie 09, kapal yang memuat kayu dari Tanjung Pemali, Wahai Seram Utara Kab. Maluku Tengah menuju Pelabuhan Wuring, Kabupaten Sikka,” ungkap Kepala Balai Penegakkan Hukum KLHK Wilayah Jabalnusra, Muhammad Nur, kepada media.
Hasil pemeriksaan penyidik KLHK ditemukan 2 lembar dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) palsu dan 2 lembar dokumen SKSHHK asli. Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, bahwa terungkapnya kasus dokumen SKSHHK palsu ini diawali dari informasi Intelijen mengenai KLM Malawalie 09 yang diduga mengangkut kayu ilegal dengan menggunakan dokumen SKSHHK palsu dari Pelabuhan Wahai Seram Utara Kab.
Maluku Tengah, Prov. Maluku dengan tujuan Pelabuhan Wuring Maumere Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. “Saat itu juga kami segera menurunkan tim SPORC Brigade Komodo Balai Gakkum LHK Wilayah Jabalnusra untuk melakukan Operasi Penegakan Hukum terhadap aksi ilegal tersebut,” jelas Muhammad Nur.
Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui KLM Malawalie 09 memuat kayu illegal di Tanjung Pemali, Pelabuhan Wahai Seram pada tanggal 21 hingga 26 Juni 2020. Setelah muatan kayu penuh, dengan berbekal dokumen SKSHHK palsu dari CV AA, industri primer di Dusun Parigi, Desa Wahai, Kec. Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, pada 29 Juni KLM Malawie berangkat menuju Pelabuhan Wuring dan berlabuh seminggu kemudian.
Terkait dengan terbongkarnya kasus dokumen SKSHHK palsu ini, Sustyo Iriyono, direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, mengatakan, “Modus operandi pelaku dari cara konvensional telah berubah dengan memanfaatkan keahlian IT untuk mengangkut kayu-kayu ilegal. Dokumen SKSHHK yang dilengkapi dengan barcode ternyata bisa dipalsukan oleh mereka. Kami menemukan juga SKSHHK palsu di beberapa wilayah. Apabila ada keterlibatan oknum aparat yang turut membantu kejahatan ini, kami berkomitmen untuk menindak tegas sesuai peraturan,” tegas Sustyo.
Saat ini Penyidik KLHK sedang mendalami keterangan dari para pelaku. Apabila terbukti, para pelaku akan dijerat dengan pasal berlapis, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 Jo. Pasal 88 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau ayat (2) UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Bagi pelaku perseorangan diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 Miliar, sedangkan bagi korporasi diancam pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5 Miliar dan paling banyak Rp15 Miliar. (r-papiadjie)