INIBORNEO.COM, Pontianak – Menandai satu dekade perjalanan kolektif seni Balaan Tuman Ensemble, festival musik dan seni bunyi bertajuk Habe Fest resmi digelar di Pontianak, Kalimantan Barat. Mengusung semangat desentralisasi, festival ini akan berlangsung pada 23–31 Mei 2025 dengan berbagai rangkaian kegiatan di sejumlah titik kota seperti Port99, Taman Budaya Kalimantan Barat, dan kawasan Sungai Jawi.
Direktur Balaan Tuman, Nursalim Yadi, menyebut Habe Fest sebagai ruang bagi pertemuan, pertukaran, dan perayaan antar seniman Kalbar yang bertujuan melahirkan pengetahuan baru dari praktik kesenian itu sendiri.
“Festival ini adalah bentuk belajar melalui tiga aspek kunci: pertemuan, pertukaran, dan perayaan. Tiga aspek ini yang memproduksi pengetahuan. Jadi, festival ini bukan sekadar menghabiskan anggaran atau merayakan sesuatu yang semarak, tapi membuka ruang bagi lahirnya hal-hal baru,” ujar Nursalim.
Nama Habe diambil dari bahasa Kayan, salah satu kelompok etnis Dayak yang mendiami Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Dalam bahasa tersebut, habe berarti sahutan.
“Kami merasa kata ini mewakili semangat kolektif kami. Dalam tradisi musikal lokal, sahutan lazim terjadi ketika satu orang menyanyi dan yang lain menyahut secara kolektif. Ini kami maknai sebagai kerja bersama dalam merespons sesuatu secara setara,” lanjutnya.
Habe Fest menghadirkan berbagai kegiatan seperti pertunjukan karya baru, forum diskusi, lokakarya, hingga pameran instalasi bunyi. Festival ini mencoba membuka ruang-ruang baru yang lebih reflektif dan terbuka untuk kesenian tradisi, yang selama ini sering hanya tampil di ranah seremonial atau komunitas tertutup.
“Kelompok hadrah, misalnya, biasanya hanya tampil di acara keagamaan atau pernikahan. Di Habe Fest, kami ingin memberi ruang yang lebih artistik dan eksploratif untuk praktik-praktik semacam itu,” jelas Nursalim.
Selama sepuluh tahun terakhir, Balaan Tuman dikenal lewat karya-karya artistik di bidang musik serta konsistensinya dalam kerja-kerja pengarsipan—dari arsip bunyi, tulisan, hingga dokumentasi visual.
“Semua ini lahir dari ketertarikan kami terhadap musik tradisi dan pentingnya mengabadikan bentuk-bentuknya. Walaupun kami belum tahu akan dibawa ke mana, pengarsipan ini penting sebagai pijakan,” pungkasnya.