Kritisi Banjir Kalbar, Walhi Sebut sebagai Konsekuensi Perusakan Alam yang Berlangsung Lama

  • Share
Kondisi Banjir di Kabupaten Mempawah. (Doc Adpim Kalbar)

INIBORNEO.COM, Pontianak – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat, Hendrikus Adam mengebut bencana ekologis banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Barat saat ini tidak terlepas dari perusakan alam yang berlangsung lama di Kalbar dan bahkan terus dilakukan hingga saat ini.

“Curah hujan hanyalah pemicu dari bencana yang kerap melanda tersebut, namun ia tidak bisa dikontrol oleh siapapun,” tutur Adam, dalam keterangan tertulis, Rabu (29/1).

Karenanya, kata dia, tidaklah tepat dialamatkan pada hujan biang utama bencana banjir. Sementara aktivitas ekstraksi sumberdaya alam melalui alih fungsi hutan/lahan maupun tindakan perusakan alam, harusnya bisa dikendalikan dan dicegah melalui kebijakan pemerintah.

“Curah hujan selama ini terkesan kerap dijadikan alibi sebagai penyebab banjir untuk mengalihkan bahwa sejatinya ada kewajiban pemerintah yang mesti ditunaikan agar alam tidak dirusak,” tegasnya.

Ia menilai curah izin beserta praktik ekonomi ekstraktif lainnya atas sumberdaya alam yang berlangsung lama seperti era HPH, illegal logging, alih fungsi hutan/lahan untuk perkebunan sawit, izin pertambangan, perkebunan pangan (food estate), penambangan ilegal dan pembukaan lahan yang berlangsung hingga saat ini adalah sumber utama bencana lingkungan tersebut.

“Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan mengembalikan fungsi alam yang telah dirusak. Menanami 50 hektar lahan untuk mengganti 50 hektar hutan yang ditebangi pada hari yang sama misalnya, tidak akan mengembalikan daya dukung dan daya tampung lingkungan,” tambah Adam.

Guna merespon situasi yang terjadi, tentu saja untuk jangka pendek penting melakukan evakuasi dan penanganan warga korban banjir. Sementara untuk jangka panjang, pemerintah wajib mengentikan aktivitas perusakan hutan/lahan sembari melakukan penegakan hukum atas pelanggaran dan pemulihan terhadap sejumlah wilayah kritis di Kalbar secara kontinu.

“Jangan sampai deforestasi dengan membabat hutan dan menggantinya dengan tanaman monokultur sebagaimana diisyaratkan Presiden Prabowo dalam pernyataannya justru diikuti pemerintah di Kalbar. Jika ini yang terjadi, maka lonceng selamat datang bencana akan terus menggema di berbagai penjuru,” pungkasnya.

Kritisi Banjir Kalbar, Walhi Sebut sebagai Konsekuensi Perusakan Alam yang Berlangsung Lama

INIBORNEO.COM, Pontianak – Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam mengebut bencana ekologis banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Barat saat ini tidak terlepas dari perusakan alam yang berlangsung lama di Kalbar dan bahkan terus dilakukan hingga saat ini.

“Curah hujan hanyalah pemicu dari bencana yang kerap melanda tersebut, namun ia tidak bisa dikontrol oleh siapapun,” tutur Adam, dalam keterangan tertulis, Rabu (29/1).

Karenanya, kata dia, tidaklah tepat dialamatkan pada hujan biang utama bencana banjir. Sementara aktivitas ekstraksi sumberdaya alam melalui alih fungsi hutan/lahan maupun tindakan perusakan alam, harusnya bisa dikendalikan dan dicegah melalui kebijakan pemerintah.

“Curah hujan selama ini terkesan kerap dijadikan alibi sebagai penyebab banjir untuk mengalihkan bahwa sejatinya ada kewajiban pemerintah yang mesti ditunaikan agar alam tidak dirusak,” tegasnya.

Ia menilai curah izin beserta praktik ekonomi ekstraktif lainnya atas sumberdaya alam yang berlangsung lama seperti era HPH, illegal logging, alih fungsi hutan/lahan untuk perkebunan sawit, izin pertambangan, perkebunan pangan (food estate), penambangan ilegal dan pembukaan lahan yang berlangsung hingga saat ini adalah sumber utama bencana lingkungan tersebut.

“Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan mengembalikan fungsi alam yang telah dirusak. Menanami 50 hektar lahan untuk mengganti 50 hektar hutan yang ditebangi pada hari yang sama misalnya, tidak akan mengembalikan daya dukung dan daya tampung lingkungan,” tambah Adam.

Guna merespon situasi yang terjadi, tentu saja untuk jangka pendek penting melakukan evakuasi dan penanganan warga korban banjir. Sementara untuk jangka panjang, pemerintah wajib mengentikan aktivitas perusakan hutan/lahan sembari melakukan penegakan hukum atas pelanggaran dan pemulihan terhadap sejumlah wilayah kritis di Kalbar secara kontinu.

“Jangan sampai deforestasi dengan membabat hutan dan menggantinya dengan tanaman monokultur sebagaimana diisyaratkan Presiden Prabowo dalam pernyataannya justru diikuti pemerintah di Kalbar. Jika ini yang terjadi, maka lonceng selamat datang bencana akan terus menggema di berbagai penjuru,” pungkasnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *