INIBORNEO.COM, Pontianak – Lembaga Riset dan Advokasi Borneo (Link-AR Borneo) menyelenggarakan kegiatan diskusi publik (14/10) dalam rangka menyambut kampanye Big Bad Biomass International Day pada 21 Oktober 2024 mendatang. Diskusi ini bertujuan untuk membahas isu transisi energi dan berbagai masalah yang melingkupinya, termasuk mensosialisasikan tema kampanye “Biomassa Sebagai Solusi Palsu Transisi Energi”.
“Ditetapkannya biomassa sebagai salah satu sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam program Transisi Energi Pemerintah Indonesia adalah sebuah petaka besar bagi masyarakat adat-komunitas masyarakat lokal, ancaman bagi kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati yang ada didalamnya,” kata Ahmaa Syukri dalam pemaparannya.
ia juga menyebutkan bahwa pembangunan biomassa akan memperburuk deforestasi dan degradasi lahan yang sudah berlangsung pada era eksploitasi kawasan hutan dan lahan sebelumnya, terutama melalui izin hutan tanaman maupun konsesi perkebunan sawit.
Beberapa jenis biomassa yang sedang digunakan dan dikembangkan oleh pemerintah Indonesia antara lain yakni kayu, jangkos sawit, cangkang sawit, serabut kelapa, tempurung kelapa, jerami, bonggol jagung dan sebagainya. Namun kayu merupakan yang paling utama dikembangkan tak lain untuk memastikan keberlanjutan pasokan palet kayu dunia dan dalam negeri untuk disuplai ke PLTBm maupun PLTU co-firing untuk bauran batubara.
Palet kayu sendiri telah menjadi komoditas internasional yang disinyalir akan mendorong perusahaan-perusahaan besar untuk membabat kawasan hutan yang kemudian akan ditanami dengan tanaman kayu monokultur seperti kaliandra, gamal, akasia, ekaliptus dan lain-lainnya. Sama halnya dengan jangkos, cangkang sawit, dan dalam perkembangannya akan menggunakan batang sawit akan semakin bernilai sehingga mendorong laju degradasi lahan akibat ekspansi perkebunan sawit yang massif di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat.
“Sampai dengan tahun 2022, di Kalimantan Barat, setidaknya terdapat 68 izin PBPH dengan luas 2.767.488 hektar dan merupakan area konsesi PBPH terluas di Indonesia. Bahkan dalam rencana optimalisasi kebijakan transisi energi melalui pengembangan biomassa, sejumlah PLTU di Kalimantan Barat, setidaknya saat ini ada 7 konsesi Hutan Tanaman Energi dan 9 PLTU Co-firing seperti PLTU Parit Baru Site Bengkayang 01 dan PLTU Ketapang 01 dapat dikembangkan dalam skema program Co-Firing,” lanjutnya.
Oleh karena itu, pengembangan PLTU Co-Firing maupun pembangunan dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) kedepan, yang memanfaatkan pasokan bahan mentah, terutama kayu yang berasal dari perkebunan kayu skala besar pemegang PBPH Hutan Tanaman Energi justru akan meningkatkan deforestasi dan degradasi lahan serta meningkatkan emisi karbon dari pembakaran biomassa nya.
“Kebijakan tersebut tidak akan mengurangi atau menurunkan emisi karbon yang menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global. Ini yang kami maksudkan bahwa biomassa sebagai solusi palsu penanganan krisis iklim atau solusi palsu transisi Energi,” jelasnya.
Perwakilan Gemawan, Lani Ardiansyah, turut menguatkan bahwa pengelolaan kawasan hutan yang sekarang ini lebih banyak diserahkan ke perusahaan skala besar dan terbukti menimbulkan dampak negatif di bidang sosial, ekonomi, maupun lingkungan.
“Sebaiknya pengelolaan kawasan hutan tersebut diserahkan kepada masyarakat, seperti melalui skema Perhutanan Sosial (PS), meskipun sejauh ini program PS masih menyisakan sejumlah masalah dan kritik, karena terkesan dalam perkembangannya saat ini hanya berfokus mendorong pengembangan ekonomi semata tanpa memastikan kepastian pasar dari produk kehutanan masyarakat dan wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan PS berpotensi menjadi sasaran pengembangan biomassa di kemudian hari,” ucap Lani.
Diskusi ini diikuti oleh 23 peserta yang mewakila sejumlah organisasi atau lembaga yang ada di Pontianak, diantaranya adalah Gemawan, AMAN Kalbar, Sampan Kalimantan, Yayasan Kolase, LBH Pontianak, YMKL, LBH Kalbar, Kader Hijau Muhammadiyah, BEM FMIPA Untan, UKM Sarang Semut, FMN Pontianak, LAS! Band dan AGRA Kalbar.
Secara umum, seluruh peserta yang hadir memberikan dukungan terhadap rencana aksi kolaborasi untuk merespon kampanye Big Bad Biomass Interational Day sekaligus mengukuhkan komitmen bersama untuk memperbesar Koalisi Transisi Energi Berkeadilan dalam melakukan aksi-aksi kongkret penyadaran masyarakat terkait isu Biomassa sebagai solusi palsu mitigasi perubahan iklim maupun berbagai mega proyek Transisi Energi palsu yang merugikan kepentingan masyarakat dan memperparah deforestasi dan degradasi di Kalimantan Barat.