INIBORNEO.COM, Pontianak – Penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam penggunaan dana hibah oleh pemerintah provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2019-2023 telah mengungkap keterlibatan 27 individu dan 3 lembaga, termasuk Yayasan Mujahidin Pontianak. Hal ini dikonfirmasi oleh I Wayan Gedin Arianta, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Kalbar, yang menyatakan bahwa para individu dan lembaga tersebut telah dipanggil untuk memberikan keterangan terkait kasus tersebut.
“Sebanyak 27 orang telah dimintai keterangan terkait dana hibah Pemprov Kalbar, termasuk 3 ahli. Kasus ini masih dalam tahap pengumpulan bukti, yang akan menentukan siapa tersangka nantinya.,” ucap I Wayan Gedin Arianta.
Di lain pihak, Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mendesak Kejagung untuk segera mengambil alih penanganan kasus dana hibah Yayasan Mujahidin dari Kejati Kalbar. Dia juga mendesak agar Kejati segera memeriksa mantan Gubernur Kalbar.
“Penanganan kasus ini bertele-tele dan terkesan jalan di tempat. Hal ini menandakan bahwa Kejati Kalbar membutuhkan supervisi dari pusat, dalam hal ini Kejagung. Oleh karena itu, Kejagung harus mengambil alih kasus ini. Meski status kasus ini sudah naik ke penyidikan, namun belum ada tersangka,” sesal Uchok.
Menurutnya, penanganan kasus dugaan korupsi ini seharusnya tergolong mudah jika Kejati Kalbar memiliki komitmen untuk mengungkapnya. Dilihat dari konstruksi peristiwanya, sangat jelas terdapat konflik kepentingan yang nyata antara mantan Gubernur yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Mujahidin.
“Kasus ini sebenarnya cukup sederhana. Mantan Gubernur, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Mujahidin, menggunakan kewenangannya untuk secara berturut-turut memberikan dana hibah kepada yayasan yang dipimpin oleh adik kandungnya sendiri,” pungkas Uchok.