Lahan PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan dan Kerap Memicu Kebakaran

  • Share
Perkebunan kelapa sawit di area konsesi PT Suryamas Cipta Perkasa yang terindikasi masuk ke dalam kawasan hutan di Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Dilihat dari atas pada Kamis, 21 Desember 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri

INIBORNEO.COM, Pontianak – PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) memiliki lahan yang diduga masuk dalam kawasan hidrologis gambut (KHG) lebih dari 22 ribu hektare. Lahan tersebut terletak di Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Perkebunan sawit di lahan gambut tersebut memang mengandung banyak persoalan lingkungan menurut Manajer Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut, Wahyu Perdana.

“Penanaman sawit di Kesatuan Hidrologis Gambut meningkatkan risiko terjadinya kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Kementrian Pertanian, PT SCP yang merupakan anak perusahaan industri sawit raksasa, PT Best Agro International, hampir seluruh konsesi PT SCP atau 20.324 hektare masuk dalam area KHG dengan kedalaman sangat dalam. Hanya sekitar 2.271 hektare yang berada di area gambut kedalaman sedang dan dalam.

Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan sebanyak 15.596 hektare atau 67 persen kebun PT SCP berada di area fungsi ekosistem gambut lindung. Sisanya, 7.951 hektare atau 32 persen berada di area fungsi ekosistem gambut budidaya.

“Perkebunan sawit illegal itu dapat menyebabkan oksidasi gambut yang memicu meningkatnya emisi CO2, hingga kerentanan tanah terhadap banjir dan kebakaran. Seperti yang terjadi di lahan sawit PT SCP yang kerap terbakar,” ucap Wahyu.

Sejumlah kebakaran lahan pun kerap terjadi disana. Sejak 2015 hingga 2020, tercatat 888 hektare lahan terbakar dan tutupan pohon yang hilang pada periode yang sama mencapai 259 hektare.

Greenpeace menganalisis grup Best Agro dan menyatakan bahwa grup tersebut memiliki Sembilan perusahaan Perkebunan dengan total 127.220 hektare yang berada dalam kawasan hutan. Lahan tersebut termasuk 6.210 hektare dalam hutan lindung dan 539 hektare dalam kawasan konservasi. Selain itu, PT Best Agro International yang merupakan induk perusahaan juga memiliki catatan buruk soal kebakaran lahan. Grup ini tercatat sebagai grup perusahaan dengan titik bakar atau burn area terluas yaitu 3.605 hektare. Padahal, Sebagian anak perusahaan tersebut tersetifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO.

H Rizky R Badjuri, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, turut mengakui adanya sejumlah kawasan hutan yang diterabas perusahaan sawit. Bahkan saat ini Kalimantan tengah menjadi salah satu wilayah prioritas pemerintah dalam agenda pemutihan perkebunan sawit di kawasan hutan.

“Total lahan sawit di Kalimantan Tengah sekitar 1,3 juta hektare. Sebagian ada di kawasan hutan,” kata Rizky.

Pemutihan lahan sawit adalah upaya untuk melegalkan perkebunan sawit yang telah dibangun di dalam kawasan hutan. Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, membentuk Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, atau Satgas Sawit, pada pertengahan 2023. Satgas ini bertugas untuk mengelola proses pemutihan lahan sawit di kawasan hutan.

Pada 28 Maret 2024, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membahas agenda pemutihan sawit dalam kawasan hutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024. Dia menyatakan bahwa proses pemberian legalisasi kepada sejumlah perusahaan sudah berjalan dan diharapkan selesai pada 20 September 2024.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono, melaporkan bahwa Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya Bakar, telah mengeluarkan 21 Surat Keputusan (SK) yang memberikan legalitas kepada perkebunan sawit yang berlokasi di kawasan hutan, baik milik swasta maupun masyarakat. Total SK yang diterbitkan mencapai 6.556 subyek hukum. Dari jumlah tersebut, Satgas Sawit menargetkan untuk melakukan pemutihan lahan atas milik 2.130 perusahaan sawit dan 1.493 perkebunan masyarakat.

“Saat ini 365 perusahaan sudah mengajukan pemutihan dengan mekanisme 110 A, dan 49 unit dengan mekanisme 110 B,” ujarnya.

Mekanisme pemutihan lahan sawit yang diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja terbagi menjadi Mekanisme 110 A dan 110 B. Pasal 110 A mengacu pada perkebunan di kawasan hutan yang telah memiliki izin lokasi atau izin usaha di bidang perkebunan sebelum Undang-undang Cipta Kerja diberlakukan. Sementara itu, Pasal 110 B mengatur penyelesaian terhadap perkebunan yang berada dalam kawasan hutan namun belum memiliki izin di bidang kehutanan.

Upaya untuk mengonfirmasi dengan PT Suryamas Cipta Perkasa dilakukan dengan mengunjungi kantornya di Paduran Sebangau, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah pada bulan Desember 2023. Namun, saat sampai di kantor perusahaan tersebut, tampak sepi. Kantor yang terletak di tengah kebun tersebut tertutup rapat. Surat permohonan wawancara yang dikirimkan ke kantor Best Agro International di Jalan Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan pada 2 Februari 2024 juga tidak mendapatkan respons.

Pemerintah memberikan pengampunan kepada perusahaan sawit yang sudah merambah hutan secara ilegal. Tempo bersama RiauTerkini.com, IniBorneo.com, dan BanjarHits.co yang merupakan mitra Teras.id melakukan liputan bersama di empat provinsi untuk mengungkap kebijakan tersebut. Liputan ini mendapat bantuan/dukungan Pulitzer Center Rainforest Journalism Fund.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *