SUNGAI RAYA – INIBORNEO.COM – Berbagai ancaman mengintai keberadaan Keanekaragaman Hayati di Lanskap Kubu, Kalimantan Barat. Ancaman itu seperti kebakaran lahan, eksploitasi hutan, hingga pembalakan liar. Upaya dan komitmen dari berbagai pihak perlu dilakukan guna memastikan kelestarian flora dan fauna yang ada di sana.
“Dalam rangka menjaga keanekaragaman hayati di wilayah hutan desa ini, tentunya yang harus kita waspadai dulu adalah api yang dapat menyebabkan kebakaran lahan,” kata Ketua LPHD Kalibandung, Usman, soal keberadaan Hutan Desa Kalibandung yang terancam kebakaran lahan.
Hutan yang terletak di kawasan Desa Kalibandung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar) itu ditetapkan berdasarkan Surat Ketetapan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4.769 Tahun 2018 dengan luas total lebih dari 7.000 hektare, yang terdiri atas 3.000 hektare hutan lindung dan 4.000 hektar hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Usman bilang, salah satu langkah antisipasi yang dilakukan dalam mencegah kebakaran lahan dengan menyiagakan kolam-kolam yang berfungsi untuk menampung air. Selain itu, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar.
LPHD Kalibandung juga membentuk sejumlah kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) yang terdiri dari masyarakat petani setempat ini menanam berbagai komoditas, seperti jahe, jagung, nanas dan kopi. Langkah ini diambil sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus bertujuan menghentikan ketergantungan warga terhadap eksploitasi hutan.
Menurut Usman, hutan desa ini kaya akan keanekaragaman hayati. Di sana ada berbagai jenis kayu, seperti mengkaang, bintangor, rengas, medang, jungkang, mentibak mentapis, dan lain sebagianya. Tak hanya flora, anker fauna langka juga ada di sana, seperti orangutan, bekantan, beruang madu, kelempiau, dan lain sebagainya. “Dalam survei dan patroli, kami menemukan kurang lebih 120 sarang orangutan,” sebut dia.
Tak hanya kebakaran, aktivitas pembalakan liar juga mengancam Hutan Desa Kalibandung. Usman mengaku sering mendengar suara gergaji mesin para pelaku pembalakan liar. Namun setiap kali didatangi, pelaku kerap berhasil kabur.
Hutan Desa Kalibandung sendiri termasuk dalam kawasan Lanskap Kubu. Lanskap yang meliputi total luasan sebesar 732.266 hektar ini memiliki variasi ekosistem yang unik daerah tropis dengan adanya mangrove dan gambut yang sangat luas, termasuk ekosistem sungai dan laut.
Project Leader WWF Indonesia Sintang-Melawi, Anas Nashrullah mengatakan, keanekaragaman hayati di Lanskap Kubu memerlukan perhatian ekstra bagi segenap elemen terkait, seperti pemerintah, perusahaan dan masyarakat dalam rangka menjamin pembangunan yang keberlanjutan. WWF telah bekerja sama sejak 2015 dengan beberapa perusahaan dalam pengelolaan hutan yang lestari di Lanskap Kubu. Fokus kerja sama ini, menjamin proses produksi perusahaan tetap mengedepankan prinsip konservasi dan berkelanjutan, melalui pengelolaan koridor habitat satwa dan restorasi kawasan yang terdegradasi.
WWF Indonesia dengan sokongan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) dengan tiga perusahaan yaitu PT Kandelia Alam, PT Bina Silva Nusa dan PT Ekosistem Khatulistiwa Lestari dari 2015-2019, berkolaborasi dalam mewujudkan kawasan konservasi koridor habitat bekantan dan restorasi kawasan yang terdegradasi. Komitmen pengelolaan lanskap di Kabupaten Kubu Raya dan sekitarnya ini memang seharusnya tidak hanya berasal dari pemerintah daerah melainkan stakeholder kunci lainnya seperti perusahaan dan Lembaga pendamping di Kabupaten Kubu Raya.
“Pemerintah daerah dan masyarakat setempat juga patut diapresiasi atas dukungan dan keterlibatan dalam upaya pembangunan berkelanjutan ini,” katanya.
Komitmen Perusahaan
PT Graha Agro Nusantara (GAN) yang berbatasan langsung dengan Hutan Desa Kalibandung, memastikan komitmen mereka terhadap keberadaan keanekaragaman hayati di wilayah itu. Komitmen tersebut seperti menjaga hutan gambut dan berupaya mencegah terjaidnya kebakaran lahan, serta pelestarian satwa liar yang berada di dalam maupun di sekitar konsesi. Dalam keterangan tertulisnya kepada media, upaya-upaya yang dilakukan meraka adalah dengan menggelar workshop, penandatangan nota kesepahaman, serta mendukung program pemanfaatan kawasan hutan.
Adapun workshop yang pernah digelar oleh perusahaan ini adalah pengelolaan lahan berkelanjutan tanpa bakar dan perlindungan Orangutan (Pongo Pygmaeus) beserta habitatnya, yang ditujukan kepada masyarakat Desa Kalibandung, Desa Muara Baru dan sejumlah pihak lainnya pada November 2020. Mereka mengaku juga menginisiasi penandatanganan nota kesepahaman yang mencakup, konservasi dan perlindungan orangutan sebagai spesies kunci beserta habitatnya. Kemudian mereka juga mendukung pelaksanaan program pemanfaatan kawasan hutan dengan pola agroforestri dan perhutanan sosial, melalui pelatihan dan pengembangan unit usaha dan atau produk hasil hutan.
PT Kandelia Alam mengklaim sangat memerhatikan satwa endemik Pulau Borneo, yakni bekantan. Salah satu tindakan nyata yang perusahaan ini lakukan adalah merehabilitasi habitat bekantan dan mempertahankan koridornya, mulai dari ekosistem mangrove sebagai habitat sampai ke kawasan hutan lindung. Merehabiltasi lokasi-lokasi koridor yang terdegradasi dengan menanam jenis-jenis tanaman yang cocok sebagai pohon tidur dan pakan bekantan. Mereka mengaku sudah melakukan rehabilitasi habitat bekantan dengan realisasi sampai tahun 2019 kurang lebih 160 hektar. Jenis pohon yang ditanam adalah berembang (Sonneratia caseolaris).
Direktur Utama PT Kandelia Alam, Fairus Mulia berkomitmen melakukan lanskap manajemen untuk memastikan habitat dan home range satwa tetap terjaga. Pembinaan bagi perusahaan yang sudah mendapatkan izin pengelolaan hutan juga dilakukan melalui diskusi-diskusi intensif baik formal maupun informal adalah merupakan wujud kolaborasi antara pemerintah daerah, pihak perusahaan, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat sudah diinisiasi dengan baik untuk mendapatkan solusi kelola penyelamatan terbaik dengan prinsip saling mendukung.
“Banyak regulasi berupa standar operasional di perusahaan yang berhasil kita gagas selama periode kerja sama ini demi penyelamatan spesies,” kata Fairus, lewat keterangan tertulis kepada media.
Direktur Yayasan Natural Kapital Indonesia (YNKI) Haryono menilai, terdapat peluang pemulihan eksosistem lanskap, di antaranya dengan cara melakukan restorasi vegetasi pada Hutan Lindung Kalibandung. Program ini bertujuan untuk memulihkan wilayah yang telah mengalami degradasi.
Selain itu, upaya restorasi vegetasi ini dimaksudkan untuk transfer knowledge bagaimana upaya restorasi dilakukan LPHD dan masyarakat khususnya revegetasi yang membutuhkan penyiapan bibit dari semai cabutan di alam untuk dipelihara di persemaian dan di tanam di areal restorasi. Adapun bibit yang ditanam merupakan bibit pionir lokal yang berasal dari hutan setempat dengan jenis yang digunakan seperti jambu-jambuan, medang, bintangor, resak, ubah, dan aneka anakan pohon endemik gambut lainnya.
Menurutnya, penanaman dilakukan menggunakan metode strip dengan jalur tanam selebar 30 meter sepanjang 1,5 km. Penanaman ini akan membuat sabuk hijau atau green belt di bagian terluar hutan lindung terdegradasi. “Dengan menutup kawasan terdegradasi dengan green belt membuat daerah yang terdegradasi dapat lebih cepat ditumbuhi pepohonan,” ucap dia.