INIBORNEO.COM, Pontianak – Siapa yang tak kenal Arboretum Sylva? Ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak ini adalah potret kemewahan sebuah kota. Hampir 1000 spesies tumbuhan dikoleksi secara sengaja, ditanam dan dirawat selama lebih dari 30 tahun dalam kawasan seluas 3,48 hektar. Sayangnya, tak banyak yang tahu kapan dan bagaimana ikhwal kehadiran arboretum ini.
Taman Arboretum Sylva Untan tidak serta merta berdiri dan memberikan kontribusi nyata yang dapat dilihat dan rasakan saat ini. Ragam kisah yang menyertainya. Termasuk militansi yang dibangun para Rimbawan Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Untan saat itu dalam perjalanan sejarah pendiriannya.
Bermula di tahun 1988, usai Konferensi Nasional Sylva Indonesia (KNSI) di Yogyakarta. Muncullah ide dari anggota Sylva Indonesia Pengurus Cabang Untan. Mereka membidik sebuah kawasan yang hanya ditumbuhi rumput dan alang-alang. Sebelumnya kawasan tersebut adalah areal percontohan yang dikelola Departemen Perindustrian dan Pertanian untuk budidaya ubi dan jagung. Itulah yang kemudian disulap menjadi kawasan arboretum.
Pembangunan areal pelestarian plasma nutfah sekaligus hijauan kampus ini didasarkan oleh keinginan dalam menindaklanjuti salah satu hasil rumusan dari seminar tentang Hutan Kota dan Hijauan Kampus yang diadakan pada 1987.
Dua tahun berselang, keinginan tersebut baru terwujud pada masa kepengurusan Gusti Kamboja kurun waktu 1988–1990. Pada 11 Oktober 1989, pengurus Sylva Indonesia PC Untan saat itu membuat pengajuan dana untuk pekan penghijauan dan pembuatan arboretum. Tercatat juga ada support dari rektor Untan saat itu Prof. Hadari Nawawi.
Secara fisik pembangunan Arboretum Sylva Untan baru dimulai pada awal Oktober 1989. Pembersihan alang-alang dan semak belukar dilakukan oleh pengurus dan anggota Sylva Indonesia PC Untan dari angkatan 1984 sampai 1988. Pengukuran dilakukan oleh Gusti Kamboja, Adi Mulya, Budi Suriansyah, Gusti Hardiansyah, dan Fahrizal.
Pembangunan Arboretum Sylva Untan sempat tersendat karena kekurangan dana dan tidak adanya badan khusus yang menangani. Menyadari hal tersebut, pada 5 Maret 1990, Gusti Kamboja mengadakan Diskusi Informal Pembangunan Arboretum. Selanjutnya, pada 9 Maret 1990, Gusti Kamboja menunjuk Budi Suriansyah sebagai Ketua Pelaksanaan Pembangunan Arboretum.
Langkah awal yang dilakukan Budi Suriansyah adalah membentuk badan khusus yang diberi nama STAR (Staf Arboretum). Sebagian besar anggotanya adalah angkatan 1987. Sebagian lagi angkatan 1986 dan 1985. Dari sinilah cikal bakal lahirnya Camp Pembinaan dan Pengembangan Arboretum (Cappa).
Guru besar Untan yang juga Dekan Fakultas Kehutanan Untan Prof Gusti Hardiansyah mengatakan masih banyak orang yang belum mengerti apa itu arboretum. “Seberapa penting arboretum pada lingkup tata ruang perkotaan modern,” katanya di Pontianak, Minggu (4/10/2020).
Dia menjelaskan, arboretum merupakan gabungan dua kata dari Bahasa Latin, yaitu arbo yang berarti tempat dan retum yang artinya pohon. Jadi arboretum merupakan tempat menanam pohon. Arboretum yang dibuat ditujukan sebagai sarana penelitian serta pendidikan, baik untuk tempat belajar, laboratorium dan praktik lapangan. Tanaman yang ada di arboretum merupakan pohon ataupun tanaman terpilih yang tumbuh dan berkembang sengaja untuk ditangkarkan.
Ringkasnya, arboretum itu tempat koleksi flora atau Taman Botani, termasuk pepohonan dengan luasan tertentu yang ditanam dengan seoptimal mungkin mengikuti tempat tumbuh habitat aslinya. Ini ditujukan sebagai upaya konservasi sumber daya hayati ex-situ (di luar kawasan hutan) yang efisien dalam pelestarian plasma nutfah.
Menurut Gusti Hardiansyah, upaya konservasi ex-situ berfungsi menyelamatkan jenis-jenis langka dan endemik. Bahkan yang tidak dapat tumbuh dan berkembang secara normal di lingkungan alaminya. Dengan demikian, populasi jenis-jenis tersebut terjamin kelestariannya.
Tak perlu jauh-jauh lihat hutan tropis ke pedalaman Kapuas Hulu, Sintang, atau Ketapang. Di sini ada jenis dipterocarpa seperti meranti merah (Shorea leprosula), meranti kuning (Shorea johorensis), tengkawang (Shorea stenoptera), ulin (Eusideroxylon zwageri), pulai (Alstonia spp), berbagai jenis anggrek, dan sebagainya.
Ada juga fauna yang dapat teridentifikasi selama ini seperti aves/burung-burung yang terbang di siang hari (diurnal) dan aktif di malam hari (nokturnal). Satwa lainnya, herpetofauna (ular, kadal, biawak, katak) dan berbagai serangga (kupu-kupu, rayap, avis dorsata, trigona, dan lain-lain).
Belum lagi sebagai pabrik penghasil oksigen untuk masyarakat Kota Pontianak dan Kubu Raya serta sebagai vacuum cleaner emisi CO2 dari moda transportasi berfosil menjadi pool karbon dan udara bersih. Saat ini, keberadaan Arboretum Sylva Untan, juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana RTH Publik, wisata ekologi, laboratorium alam, dan pendidikan-latihan.
Hingga kini telah terbukti bahwa masyarakat luas, terutama yang berdomisili di sekitar Kota Pontianak dan Kubu Raya sangat menikmati keberadaan ikon Kota Pontianak tersebut yang aksesnya mudah dan terjangkau. Sayang, jika kawasan penting ini terusik berbagai kepentingan. (r- papiadjie)