Di Skors 1 Semester Akibat Kasus Kekerasan Seksual, Melki Ajukan Pemeriksaan Ulang

  • Share
melki, ketua bem ui 2023

INIBORNEO.COM, Pontianak – Ketua BEM Univesitas Indonesia (UI), yang sekarang sedang di nonaktifkan oleh pihak universitas, Melki Sedek Huang, terlibat dalam kasus kekerasan seksual berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor 49/SK/R/UI/2024. Dalam putusan tersebut disebutkan bahwa Melki terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti serta keterangan pihak terkait yang telah dihimpun oleh Satgas PPKS UI.

Sanksi yang diterima oleh Melki berupa skorsing akademik selama satu semester dengan syarat bahwa Melki dilarang untuk berkomunikasi dengan korban, dilarang aktif secara formal maupun informal dalam kegiatan mahasiswa dan dilarang untuk berada di lingkungan kampus.

Buntut dari putusan tersebut, Melki menyatakan keberatan dan meminta pemeriksaan ulang. Dalam unggahan Instagram story-nya di akun @melkisedekhuang, Melki menuliskan bahwa, “berdasarkan aturan, saya berhak mengajukan selambat-lambatnya 14 hari sejak dikeluarkannya SK tersebut. Oleh karena saya melihat adanya kejanggalan, minim transparansi, dan tidak adil, maka saya akan berjuang di mekanisme Pemeriksaan Ulang, mekanisme sah dan legal menurut aturan untuk saya berjuang.”

Melki juga mengunggah surat keberatan dan pengajuan pemeriksaan ulang dengan menuntut transparansi dalam proses investigasi.

“Sepanjang proses investigasi di Satgas PPKS UI yang sudah berlangsung selama kurang lebih sebulan, saya hanya dipanggil oleh Satgas PPKS UI sebanyak satu kali untuk dimintakan keterangan atas kasus yang ditujukan pada saya. Sehingga saya tidak pernah menyampaikan keterangan apa pun lagi ataupun mengetahui proses-proses invesitagasi yang ada di dalam Satgas PPKS UI hingga dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 pada 29 Januari 2024 lalu,” katanya dalam Surat Keberatan dan Pengajuan Pemeriksaan Ulang-nya.

Menurut Melki, terdapat kejanggalan dalam investigasi Satgas PPKS UI yang ia tuliskan dalam suratnya.

“Setelah pemanggilan saya yang pertama pada 22 Desember 2023 lalu, saya selalu mengharapkan adanya pemanggilan lanjutan ataupun informasi yang diberikan mengenai perkembangan proses investigasi. Nyatanya, saya tidak pernah sekali pun mendapatkan pemanggilan lagi. Sehingga, tidak ada ruang sedikit pun bagi saya untuk menyampaikan keterangan terbarukan, menyampaikan bukti-bukti, dan bahkan tak pernah sekalipun saya diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada,” tulisnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa sebagai tertuduh, ia seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai proses dan investigasi yang ada demi pencarian kebenaran yang adil. Selama proses investigasi, Melki merasa bahwa ia tak mendapat hak untuk menghormati nama baiknya, terlebih dalam hak untuk tidak dianggap bersalah sampai hadir putusan yang sah.

Selain itu, Melki juga meminta untuk adanya upaya lanjutan merujuk pada diktum ketujuh dalam Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 yakni meminta pemeriksaan ulang yang harus diajukan paling lambar 14 hari sejak diterimanya Keputusan Rektor UI tersebut jika dianggap tidak adil.

“Sejak awal, saya selalu berkomitmen untuk mematuhi dan menghargai segala proses-proses hukum yang legal untuk menghadirkan kebenaran dan menegakkan hak-hak para pihak. Komitmen tersebut akan selalu saya terapkan dan laksanakan hingga proses-proses ke depan. Maka, oleh karena minimnya transparansi, adanya kejanggalan, dan juga keputusan yang tidak adil, melalui surat ini, saya ajukan proses yang legal, yaitu Pemeriksaan Ulang atas kasus ini,” tutup Melki dalam surat yang dibubuhi tanda tangannya dan diunggah di Instagram story-nya.

Berikut Surat Keberatan dan Pengajuan Pemeriksaan Ulang yang diunggah Melki:

Kondisi serius terkait pelecehan dan kekerasan seksual di kampus telah menempatkan universitas dalam posisi yang memerlukan langkah-langkah tegas dan penanganan yang serius. Fenomena ini memberikan tantangan besar dan membuka ruang bagi universitas untuk memberikan jaminan keamanan yang lebih baik bagi mahasiswanya.

Dalam upaya merespons tantangan ini, universitas diharapkan dapat bersinergi dengan Kemendikbudristek dan melibatkan seluruh pihak terkait. Mewujudkan ruang aman bagi mahasiswa bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga keharusan untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan mendukung perkembangan potensi mahasiswa.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *