INIBORNEO.COM, Pontianak – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menghentikan sementara transaksi pada rekening dormant di perbankan sebagai langkah perlindungan terhadap pemilik sah rekening sekaligus menjaga integritas sistem keuangan nasional.
Rekening dormant merupakan rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan hasil analisis selama lima tahun terakhir, PPATK menemukan maraknya penyalahgunaan rekening jenis ini untuk kejahatan keuangan, mulai dari pencucian uang, jual beli rekening, peretasan, hingga penampungan dana hasil tindak pidana seperti narkotika dan korupsi.
“Dana pada rekening dormant sering kali diambil secara melawan hukum, bahkan oleh pihak internal bank atau aktor kejahatan yang menggunakan nama lain (nominee),” tulis PPATK dalam keterangan resminya.
Langkah penghentian transaksi dilakukan sejak 15 Mei 2025 berdasarkan data rekening tidak aktif yang diterima dari perbankan pada Februari 2025. Tujuannya adalah mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan verifikasi ulang dan memperbarui data nasabah.
PPATK menegaskan bahwa tindakan ini bukanlah bentuk penyitaan, melainkan upaya untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah agar dananya tetap aman dan utuh. Tercatat lebih dari 140 ribu rekening dormant selama lebih dari 10 tahun dengan nilai mencapai Rp428,6 miliar belum diperbarui datanya oleh pemilik.
Dalam hasil analisisnya, PPATK mengungkapkan sejak tahun 2020, lebih dari satu juta rekening yang diduga terlibat dalam tindak pidana. Dari jumlah tersebut, sekitar 150 ribu rekening diketahui menggunakan nominee, yakni rekening yang diperoleh melalui aktivitas ilegal seperti jual beli rekening atau peretasan, sementara 50 ribu rekening lainnya menunjukkan tidak ada aktivitas sebelum menerima aliran dana ilegal.
Selain itu, ditemukan sekitar 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak aktif selama lebih dari tiga tahun, sehingga dana senilai Rp2,1 triliun hanya mengendap tanpa pemanfaatan yang tepat. Tak kalah mengkhawatirkan, lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran juga dikategorikan dormant, dengan total dana mencapai Rp 500 miliar, padahal secara fungsi seharusnya rekening-rekening tersebut aktif dan termonitor.
Kondisi ini menunjukkan potensi kerugian besar terhadap negara dan masyarakat, serta membuka celah untuk praktik kejahatan keuangan.
PPATK mengimbau perbankan memperkuat kebijakan Know Your Customer (KYC) dan Customer Due Diligence (CDD), serta mempercepat proses verifikasi dan reaktivasi rekening jika keberadaan nasabah dapat dipastikan. Sementara itu, pemilik rekening juga diminta aktif menjaga kepemilikannya agar tidak disalahgunakan.
“Rekening yang tidak terpakai bisa jadi celah kejahatan. Mari jaga rekening kita, jaga Indonesia dari kejahatan keuangan,” tulis PPATK.
Langkah ini juga sejalan dengan agenda besar pemerintah dalam mewujudkan Asta Cita dan memperkuat sistem pengawasan keuangan nasional.