Balaan Tumaan Angkat Ritual Mugaa’ To’ Masyarakat Kayan yang Hilang Akibat Iklim

  • Share
Balaan Tumaan Ensemble, World Opera Lab Amsterdam, dan budayawan Kayan Mendalam, dari Kapuas Hulu merekontruksi sebuah ritual dari masyarakat Kayan yang telah hilang, yaitu Mugaa’ To’.

INIBORNEO.COM, Pontianak – Ritual Mugaa’ To’ atau Makan To’, yang merupakan tradisi memberi makan sungai oleh masyarakat Kayan, kini sudah tidak dilaksanakan lagi di Mendalam, Kapuas Hulu. Meski begitu, praktik serupa tetap berlangsung di komunitas lain di Kalimantan Barat. Rekonstruksi ritual Mugaa’ To’ dihadirkan oleh Balaan Tumaan dan World Opera Lab di Port 99 Pontianak, tepatnya di Jl. Kom Yos Sudarso No. 99, Pontianak. pada 5 hingga 6 September 2024 kemarin.

Mugaa’ To’ sendiri merupakah sebuah karya musik yang mengangkat catatan seorang dokter Belanda dari tahun 1937 kini dipertunjukkan. Pertunjukan ini berfungsi sebagai dialog dengan penonton untuk mengangkat isu krisis air yang tengah berlangsung saat ini, khususnya di daerah Kapuas Hulu.

“Permasalahan lingkungan terutama permasalahan air, di satu tempat bisa terjadi kekeringan tapi di tempat lain bisa jadi banjir, bagaimana semua ini bisa saling terhubung, tapi juga selain terhubung secara global lewat permasalahan iklim dan segala macam tapi juga terkait dengan permasalahan warisan kebudayaan,” kata Yadi, Artistic Director Balaan Tumaan.

“Permasalahannya satu bahwa jangan-jangan ritual itu hilang karena ekosistem lingkungan yang berubah, ekologi yang berubah sehingga membuat dampak sosial dan kebudayaan juga terkikis hilang, makanya ritual itu menghilang. Upaya hari ini adalah upaya merekontruksi ulang kembali ritual tersebut dan melihat dari berbagai,” tambahnya.

Yadi juga menceritakan saat pandemi Covid-19 tahun 2020 yang lalu, budayawan masyarakat Kayan mengatakan ritual serupa pernah dilakukan, namun dengan cara yang berbeda dari zaman dahulu.

Mugaa’ To’ merupakan hasil kolaborasi penelitian terbaru antara Balaan Tumaan dari Pontianak, World Opera Lab dari Amsterdam, masyarakat Kayan, dan perkusionis Hussen al Harbi dari Baghdad, Irak.

“Karena sumber daya alam itu sangat terkait erat dengan warisan kebudayaan, hilangnya sumber daya alam, misalnya hilangnya air, hilangnya hutan itu juga sangat berpengaruh pada hilangnya tradisi atau kebudayaan di satu tempat,” tutupnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *