Masyarakat Adat Kalbar Desak DPR dan Presiden Sahkan RUU Masyarakat Adat Tahun Ini

  • Share

INIBORNEO.COM, Pontianak — Momentum Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia yang diperingati setiap 9 Agustus dimanfaatkan oleh Masyarakat Adat, komunitas lokal, dan organisasi masyarakat sipil se-Kalimantan Barat untuk mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat. Desakan ini disampaikan dalam Deklarasi Pontianak, Jumat (8/8/2025), yang digagas oleh Working Group ICCA Indonesia (WGII) bersama Koalisi RUU MA dan Teraju Foundation.

Kegiatan diawali dengan lokakarya penguatan konservasi rakyat dan pengelolaan ekosistem berbasis kebijakan inklusif pada 6–7 Agustus 2025, dilanjutkan konsolidasi dan media briefing. Deklarasi menghasilkan dua poin utama: mendesak Badan Legislasi DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat, serta meminta Presiden Prabowo Subianto bersama pimpinan DPR RI mengesahkan undang-undang tersebut pada masa sidang 2025.

Akademisi Universitas Tanjungpura, Salfius Eko, menegaskan urgensi pembahasan RUU ini yang telah terkatung-katung selama 15 tahun.

“Masih banyak konflik sumber daya alam, kriminalisasi, dan persoalan mendasar lain yang dihadapi masyarakat adat. Ini momentum untuk menstrategikan langkah-langkah di Kalbar,” ujarnya.

Rakhma Mary dari Koalisi RUU Masyarakat Adat menyebut pemerintah dan DPR tidak punya alasan lagi untuk menunda.

“Penegasian hak-hak masyarakat adat semakin menjadi-jadi, berdampak pada pelanggaran HAM, terutama terhadap perempuan dan anak. Pemerintah harus mengakui dan melindungi hak-hak ini sebagai hak asasi manusia,” katanya.

Herkulanus Sutomo Manna dari AMAN Kapuas Hulu menambahkan bahwa masyarakat adat telah lama berupaya mendapatkan pengakuan atas identitas, tanah, dan sumber daya alam mereka.

“Sepanjang sejarah, hak-hak mereka dilanggar. Mereka kini menjadi salah satu kelompok paling rentan,” ujarnya.

Maria Sindoriane Wiwit dari Masyarakat Adat Dayak Lawakng, Ketapang, menyoroti ancaman perampasan hak ulayat oleh korporasi yang memicu kriminalisasi.

“Kerusakan alam akibat aktivitas korporasi berdampak pada banjir, kekeringan, dan longsor di kampung-kampung adat. Perempuan dan pemuda adat juga terdampak besar,” katanya.

Direktur Teraju Foundation, Agus Sutomo, menilai pengesahan RUU MA di 2025 penting untuk merespons kasus-kasus pelanggaran hak di wilayah adat, khususnya di Kalbar.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *