INIBORNEO.COM, Pontianak – Jaringan Pontianak Bhineka dan Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (CRCS-UGM) baru-baru ini menggelar diskusi literasi bertajuk Sekolah Pengelolaan Keberagaman (SPK). Kegiatan yang melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama Pontianak serta paguyuban dan komunitas itu, dilakukan sebagai ikhtiar merawat toleransi di Kota Pontianak.
“Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan wawasan, ketrampilan dan kemampuan dan menguatkan jaringan dalam membangun, mengelola dan mengadvokasi isu keberagaman di Kota Pontianak,” Jelas Ketua Yayasan SAKA, Sri Wartati.
Jaringan Pontianak Bhinneka terdiri dari Yayasan Suar Asa Khatulistiwa (SAKA), Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), Mitra Sekolah Masyarakat (MISEM), Satu dalam Keberagaman (SADAP) Indonesia, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK).
Akademisi Syarifah Ema Rahmaniah, mengungkapkan, literasi keberagaman dalam pemberitaan sudah cukup baik tetapi realisasinya masih harus diterapkan dengan kerja bersama.
“Berkaca dalam kasus Gafatar, seharusnya hal itu tidak harus terjadi jika semua pihak mencari akar masalah dan pencegahan dalam meredam saat isu konflik menjelar di masyarakat,” katanya.
Saat ini, kata dia, bagaimana memperkokoh keberagaman, memperkuat literasi dan mengedepankan solusi damai.
Ketua FKUB Kota Pontianak, Abdul Syukur, menuturkan, saat ini di Kalimantan Barat tidak ada konflik. Kondisi seperti inilah yang harus dijaga agar percikan yang bisa berujung konfik bisa dicegah. Pendekatan dengan berbagai diskusi dan kegiatan bersama lintas komunitas harus terus dirawat.
Kepala Kesatuan Bangsa dan Sosial Politik Kota Pontianak, Rizal Almuthar, mengatakan, keragaman merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Keberagaman dibaratkan sebuah pelangi, penuh warga dan corak ragam yang saling melengkapi. Begitu juga dengan keragaman. “Ini menjadi model yang harus diterima dan dirawat. Hal tersebut menjadi nilai positif untuk menciptakan iklim aman dan aman,” ujarnya. (/r)