Koalisi: UU Kehutanan Gagal Memerdekakan Rakyat, Desak Revisi Total

  • Share

INIBORNEO.COM, Pontianak — Pada momentum peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi UU Kehutanan menilai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah gagal memerdekakan rakyat. Mereka mendesak proses revisi UU Kehutanan dilakukan secara transparan, terbuka, dan menjamin partisipasi publik yang bermakna.

Juru bicara koalisi dari Indonesia Parliamentary Center, Arif Adi Putro, menyebut konsultasi revisi UU yang sudah berlangsung tiga kali justru minim keterbukaan. “Dua kali rapat digelar tertutup tanpa dokumentasi publik, bahkan tak ada rekaman di kanal YouTube parlemen. Publik tidak tahu apa yang dinegosiasikan dengan asosiasi pengusaha,” tegasnya.

Koalisi khawatir, jika pembahasan dilakukan secara tertutup, masyarakat adat maupun rakyat kecil akan semakin rentan kehilangan hutan, kebun, dan tanah yang sepihak diklaim sebagai kawasan hutan negara.

Dari Perkumpulan HuMa, Rendi Oman Gara menilai persoalan struktural kehutanan masih mewarisi model kolonial. “Penjajahan modern tampak ketika rakyat dilarang hidup di dalam kawasan hutan. UU Kehutanan harus direvisi secara paradigmatik karena gagal memakmurkan rakyat,” katanya.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, menambahkan, “Selama 26 tahun implementasi, UU Kehutanan justru menyengsarakan rakyat dengan mengeksklusi mereka dari tanah sebagai sumber kehidupan.”

Data Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan 65,26 persen daratan dan perairan Indonesia diklaim sebagai kawasan hutan negara, namun proses penunjukan hingga penetapannya berlangsung tanpa keterbukaan. Rata-rata deforestasi 2017–2023 mencapai 2,01 juta hektare per tahun. “Tata kelola hutan terbukti gagal memerdekakan rakyat,” tegas Tsabit Khairul Auni, pengkampanye FWI.

Peneliti MADANI Berkelanjutan, Sadam Afian Richwanudin, menambahkan, sepanjang 2024 hutan Indonesia kehilangan 216 ribu hektare, sementara kebakaran hutan dan lahan sudah melahap 115 ribu hektare. Akibatnya, masyarakat sekitar hutan kehilangan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dijamin konstitusi.

Koalisi menegaskan, revisi UU Kehutanan harus mengembalikan fungsi hutan sebagai penopang kehidupan, bukan sekadar objek eksploitasi. Akses dan kontrol harus diberikan luas kepada petani gurem, buruh tani, masyarakat adat, nelayan, dan perempuan yang selama ini paling terdampak.

“Sebagai jalan menuju kemerdekaan sejati, negara harus merombak total UU No. 41/1999 dan membentuk UU Kehutanan baru yang menjamin keadilan agraria-ekologis, mengakui hak masyarakat adat dan komunitas lokal, serta disusun secara transparan dengan partisipasi publik yang bermakna,” tegas pernyataan koalisi.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *