INIBORNEO.COM, PONTIANAK – Tak banyak yang tahu, di sudut Jalan Ujung Pandang, Pontianak, berdiri sebuah rumah kopi yang aroma seduhannya menjalar ke hampir seluruh warung kopi di kota ini. Dari sinilah 101 Coffee House bernafas. Lebih dari sekadar kedai, ia menjadi pusat distribusi, pelatihan, dan motor penggerak kopi lokal Kalimantan Barat yang kini mulai menembus pasar nasional.
“101 Coffee House berdiri sejak 2018, awalnya di Jalan Gusti Hamzah, lalu pindah ke Ujung Pandang pada 2020 hingga sekarang,” ungkap Siti Mashita, pemilik sekaligus Ketua Komunitas Kopi Liberika Borneo (Kolibro). Kini, mereka bahkan telah membuka cabang di sekitar RSUD Soedarso dan toko roasted bean di Jalan Dr. Soetomo.
Sekilas, 101 Coffee House tampak seperti kafe biasa dengan area luas. Namun di balik bangunan sederhana itu, tersembunyi sistem kerja yang terorganisir. Lantai atas digunakan untuk pelatihan barista, sementara lantai bawah berfungsi sebagai gudang penyimpanan, pusat distribusi, dan tempat pengolahan biji kopi menjadi bubuk siap jual. Dari sinilah kopi-kopi lokal terutama jenis Liberika dan Robusta diproses dan disuplai ke berbagai warung kopi di Pontianak hingga luar Kalimantan.

“Kopi Kalbar punya cita rasa khas dan cukup dicari, terutama jenis Liberika yang jarang ditemukan di Jawa. Permintaan dari luar daerah cukup tinggi,” ujar Shita.
“Hampir semua warkop di Pontianak kopinya kami suplai, karena kami langsung ambil dari petani. Kebetulan saya juga Ketua Kolibro,” tambahnya.
Komunitas Kolibro tak berjalan sendiri. Ia mendapat dukungan dari pemerintah dan mitra swasta, mulai dari bantuan alat, mesin, hingga pelatihan ke desa-desa. “Kadang juga ada dukungan untuk pelatihan barista dan roaster,” katanya.
Kolibro lahir pada 2021 dari obrolan informal para pencinta dan petani kopi. “Awalnya cuma kumpul dan ngobrol, lama-lama jadi komunitas,” ujarnya.
Kini, Kolibro menaungi petani dari berbagai daerah, seperti Landak, Bengkayang, Kubu Raya, dan Sambas. Mereka membeli beras kopi langsung dari petani, lalu mengolahnya sendiri. Harga Robusta grade 1 berkisar antara Rp150 hingga Rp170 rbu per kg, sementara Liberika mencapai Rp220 ribu.
Sebagian besar kopi ini dipasok untuk kebutuhan kedai, warung kopi, dan pelanggan dari luar daerah. “Di Jawa, Liberika jarang diproduksi, jadi permintaan dari sana cukup tinggi,” ungkap Shita.
Peran Penting Logistik
Pengiriman ke luar Kalimantan tak lepas dari peran JNE (Jalur Nugraha Ekakurir) sebagai mitra pengiriman. “Kami sudah jadi member JNE sejak awal berdiri. Mereka sangat membantu,” ujar Shita.
Menurutnya, JNE bukan sekadar kurir. “Kalau butuh pengiriman cepat, mereka sigap. Pengantarannya cepat dan langsung ke alamat rumah, tidak seperti jasa lain yang kadang harus diambil sendiri,” tambahnya.
Shita juga menikmati manfaat sebagai anggota JNE Loyalty Card (JLC), termasuk diskon pengiriman. “Kadang, selisih ongkir sedikit saja bisa buat pembeli batal beli,” ujarnya.
Distribusi 101 Coffee House tak hanya terbatas pada kopi. Mereka juga mengirimkan mesin kopi dan perlengkapan warkop ke pelanggan yang ingin memulai usaha kedai. “Pengiriman pakai JNE juga, karena aman dan estimasi sampai bisa kami pantau. Jarang ada komplain,” jelasnya.
Meski pernah terjadi kesalahan pengiriman, JNE dinilai tanggap. “Langsung dikoreksi dan barang diganti cepat,” puji Shita.
Dibalik aroma kopi yang harum, ada cerita perjuangan petani seperti Rohmansyah, 29 tahun, yang mengelola lahan kopi seluas 3 hektare di Desa Pasak Piang, Kecamatan Ambawang, Kubu Raya. Datang dari Lampung pada 2017, ia memilih menetap di Kalbar karena harga kopi yang lebih baik.
Kebunnya dinamai Agro Forestry, dan kini mampu menyuplai ratusan kilogram kopi ke pasar lokal hingga luar Kalimantan. Salah satu mitra tetapnya adalah 101 Coffee House.
“Robusta Kalbar dari segi rasa kuat, aromanya juga harum. Kualitasnya bisa bersaing di tingkat nasional,” ujarnya.
Meski hanya bisa panen tiga kali setahun, hasilnya tetap menjanjikan. Bulan lalu, meski produksi menurun, ia masih bisa mengirim 400 kilogram. Untuk pengiriman, ia menggunakan JNE Reguler. “Hari ini kirim, besok sudah sampai. Tidak pernah ada komplain,” kata Rohman.
Sebagai petani kecil, kecepatan dan keandalan distribusi sangat penting. “Kopi bukan produk tahan lama. Penanganan yang salah bisa merusak kualitas. JNE sangat membantu,” ujarnya singkat.
JNE Pontianak membenarkan dukungan mereka terhadap sektor kopi lokal. “Kami konsisten mendukung UMKM Kalbar, termasuk kopi sebagai salah satu potensi daerah,” ujar Rayhan Fadian, Marketing Communication Officer (MCO) JNE.
Tantangan medan Kalimantan Barat tidak ringan. Akses jalan terbatas, wilayah berbukit, dan area yang hanya bisa dijangkau lewat sungai menjadi ujian tersendiri. “Kami menyesuaikan operasional dan menggunakan mitra lokal serta armada khusus,” jelas Rayhan.
Selain distribusi, JNE juga menyediakan solusi kemasan seperti Heavy Duty Packaging, label fragile, hingga pelatihan kurir untuk menangani produk sensitif. “Paket bisa dilacak secara real-time melalui dashboard tracking,” tambahnya.
JNE juga aktif dalam program pemberdayaan seperti JNE Ngajak Online dan PESONA (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara) untuk membantu UMKM naik kelas.
Kopi sebagai Identitas Daerah
Bagi Shita, kopi bukan hanya bisnis, tapi identitas daerah. Komunitas Kolibro yang ia bangun bersama petani menjadi bagian dari mimpi besar 101 Coffee House. Meski berangkat dari kopi Liberika, semua jenis kopi lokal mendapat tempat.
“Kolibro berdiri karena sering kumpul dan ngobrol. Karena waktu itu Liberika sedang naik daun, namanya dipilih Kolibro. Tapi sekarang semua petani dan jenis kopi bisa ikut,” jelasnya.
Ia ingin setiap tegukan kopi menjadi narasi tentang tanah dan keringat petani. “Di balik secangkir kopi ada yang menembus hujan untuk panen, ada komunitas yang percaya kopinya layak ke pasar nasional, ada barista yang belajar dari pengalaman, bukan buku,” ujarnya.
Ia mengajak petani untuk naik kelas, tidak hanya jadi penghasil bahan mentah, tapi bagian dari rantai nilai kopi yang utuh. Tapi semua itu hanya bisa berjalan jika logistik bekerja dengan baik.
“Kalau pengiriman lambat atau rusak, perjuangan petani bisa sia-sia,” tegasnya.
Mimpi yang Diseduh
Kini tumbuh sebuah ekosistem baru: petani melek pasar, UMKM sebagai penghubung, dan logistik sebagai penggerak utama. Kopi Kalbar, terutama jenis Liberika dan Robusta, bukan hanya menjadi cita rasa daerah, tapi juga simbol bahwa UMKM bisa naik kelas tanpa meninggalkan akar lokalnya.
Petani bisa berdaya tanpa meninggalkan desanya. Logistik bisa lebih dari sekadar pengantar. Ia bisa menjadi jembatan mimpi.
Dan mungkin, di setiap cangkir kopi yang diseruput di kota, kita tak hanya mencicipi rasa, tapi juga cerita.
#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas











