INIBORNEO.COM, Pontianak – Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat melalui Koordinator Pengawasan Bidang Instansi Pemerintah Pusat Mujiyanto menyebutkan, program MBG merupakan langkah strategis pemerintah untuk membangun generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing melalui pemenuhan gizi seimbang sejak dini. Dalam perjalanannya, BPKP menemukan sejumlah masalah yang perlu dievaluasi dan dilakukan mitigasinya.
“Sayangnya, berdasarkan hasil pengawasan pada triwulan I 2025, BPKP menemukan beberapa permasalahan, seperti pengelolaan keuangan yang belum optimal, rendahnya kompetensi SDM, lemahnya koordinasi lintas sektor, dan sebaran dapur layanan yang belum merata,” ujarnya dalam acara Coffee Talk and Sharing Session bersama Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) se-Kalimantan Barat, Sabtu (17/05/2025) di Aula Ismahayana Kantor BPKP Kalbar, Pontianak.
Dalam tahun 2025, program ini menargetkan 17,9 juta sasaran dengan melibatkan 5.000 SPPG di seluruh Indonesia.
Kompleksitas pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis menuntut pengelolaan risiko yang terstruktur dan kolaboratif. Karenanya, dibutuhkan langkah komprehensif yang berfokus pada konsolidasi mitigasi risiko, yang bukan hanya pada sisi operasi, tetapi juga akuntabilitasnya.
Mujiyanto menyampaikan, kegiatan pengawasan BPKP mencakup pada tiga proses bisnis program MBG, yaitu fase pengadaan, produksi dan distribusi, serta konsumsi. Masing-masing fase tersebut memiliki risiko yang perlu dimitigasi secara partisipatif, seperti ketersediaan mitra, profesionalitas mitra, ketersediaan bahan pangan, pengelolaan sanitasi dan limbah, serta keamanan pangan.
Mujiyanto menekankan, proses pengawasan BPKP bertujuan untuk menjalin hubungan kemitraan yang baik antara BPKP dan SPPG. “Peran kami adalah memastikan bahwa program-program yang berkaitan dengan MBG ini dapat berhasil, yang bukan hanya dari aspek fisik pelaksanaan, tetapi juga akuntabilitasnya,” katanya.
Untuk itu, BPKP dan SPPG diharapkan dapat menggali semua permasalahan dan hambatan serta bisa mengidentifikasi dan memitigasi risiko yang mungkin terjadi.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Barat Kukuh Sumardono Basuki mengapresiasi langkah BPKP meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan para SPPG.
“Dengan komunikasi ini, akan terjadi koordinasi pelaksanaan Program MBG di tingkat provinsi yang mengakomodasi aliran informasi dari SPPG yang ada di seluruh Kabupaten/Kota,” katanya.
Ditambahkannya, melalui kegiatan ini masalah yang terjadi di masing-masing SPPG dapat disampaikan dan dikompilasi di tingkat provinsi.
Dirinya juga berpesan kepada para petugas SPPG untuk memberanikan diri sesegera mungkin mengukur kemampuannya untuk menilai mana pekerjaan yang dapat diatasi oleh dirinya sendiri dan mana yang perlu dimintakan bantuannya dari pihak lain.
“Saya pikir, yang harus dipertimbangkan adalah keberanian untuk mengakui bahwa petugas SPPG tidak bisa melakukan ini sendirian. Artinya, carilah bantuan sebanyak-banyaknya agar program ini dapat dijalankan dengan baik,” tambahnya.
Kukuh mengungkapkan, pihaknya juga telah membuka pintu selebar-lebarnya petugas SPPG membutuhkan bantuan dari Kementerian Keuangan untuk berkonsultasi, terutama terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan.
Coffee Talk and sharing session tersebut dibagi menjadi empat grup komando, yang secara paralel membahas empat tema, yaitu Optimalisasi Gizi dalam Program MBG, Transparansi dan Akuntabilitas, Strategi Tata Kelola dan Manajemen Risiko untuk Program MBG yang Berkelanjutan serta Kolaborasi Lintas Sektor untuk Efektivitas Program MBG.
Dengan kegiatan tersebut, BPKP akan terus berperan lebih aktif dalam memberikan pendampingan, pengawasan, dan rekomendasi perbaikan kepada petugas SPPG serta memfasilitasi komunikasi yang lebih efektif dengan berbagai pihak.