INIBORNEO.COM, Pontianak – Di pojok sebuah rumah sederhana di Pontianak, tumpukan buku memenuhi hampir setiap sudut ruangan. Rak-rak kayu tua menahan ribuan komik dan novel lawas, aroma kertasnya membawa siapa pun yang datang kembali ke masa lalu.
Di tempat itulah, seorang pria berusia 64 tahun bernama Giman masih setia menjaga apa yang ia sebut sebagai “hobi yang kebablasan” yakni Penyewaan Buku Fortuna, yang telah berdiri lebih dari dua dekade. Lokasinya di Jalan Kutilang, Gang Kutilang Maju nomor 51b.
“Dulu saya kerja, gajinya buat beli buku. Ujung-ujungnya bingung sendiri, sampai ribuan,” ujarnya sambil tersenyum.
Kini, koleksi Giman masih bertahan sekitar enam ribu buku, meski dulu jumlahnya sempat menembus lebih dari sepuluh ribu sebelum sebagian dijual karena keterbatasan tempat.
Hobi yang Tak Pernah Usai
Kecintaan Giman terhadap buku sudah tumbuh sejak muda. Dari gaji pertama hingga masa pensiun, sebagian besar uangnya selalu dihabiskan untuk menambah koleksi bacaan.

“Setiap kali gajian, pasti beli buku. Sampai bingung sendiri karena kebanyakan,” ceritanya.
Sebagian besar koleksinya adalah komik dan novel mulai dari roman picisan, kisah detektif, hingga petualangan klasik terbitan tahun 1980-an.
Dulu, sebelum ponsel pintar dan media sosial merajalela, setiap hari bisa sepuluh orang menyewa buku. Kini, pengunjung datang tak menentu; kadang ramai, kadang sepi. Mereka pun kebanyakan orang dewasa yang datang untuk bernostalgia.
Harga Murah, Nilai Tak Tergantikan
Harga sewa di Penyewaan Buku Fortuna tetap bersahabat. Hanya Rp3.000 hingga Rp7.000 per hari, tergantung jenis buku yang disewa. Waktu peminjaman diberi batas seminggu, dengan jaminan kartu identitas agar buku tak hilang.
“Saya pegang KTP-nya. Kalau enggak balik, ya identitasnya juga enggak balik,” canda Giman.
Puluhan kartu identitas bahkan masih tersimpan karena pemiliknya tak pernah kembali. Tapi baginya, semua itu bagian dari perjalanan panjang menjaga buku-buku lama.
“Banyak yang mau beli koleksi ini, tapi saya enggak mau jual. Kalau dijual, nanti mau baca di mana?” katanya tegas.
Harga buku sekarang memang makin tinggi. Komik yang dulu bisa dibeli Rp20 ribu, kini menembus Rp70 ribu hingga Rp100 ribu.
“Kalau dijual kiloan, cuma seribu per buku. Harus jual banyak baru bisa beli satu yang baru. Sayang banget. Mending saya simpan,” ujarnya.
Lebih dari Sekadar Koleksi
Setiap buku di raknya punya kisah. Sebagian sudah berumur lebih dari 40 tahun, dengan cetakan tahun 1980-an. Nilai buku-buku itu, kata Giman, bukan pada harga, melainkan pada kenangan.
“Saya pernah kehilangan lebih dari 200 buku. Tapi mau nangis buat apa? Buku enggak bakal balik,” ujarnya pelan.
Ia bahkan mengenang seorang temannya, sesama pengelola penyewaan buku, yang menangis saat satu bukunya hilang. “Bukan karena mahal, tapi karena nostalgia dan sejarahnya,” tambahnya.
Dari seluruh koleksinya, Giman paling mencintai komik silat Mandarin klasik. Awalnya, buku-buku itu tak disewakan karena termasuk koleksi pribadi.
“Tapi karena banyak yang minta, ya saya sewakan juga. Anak-anak muda yang coba baca malah ketagihan,” katanya sambil tersenyum.
Harta Lama yang Tak Ternilai
Salah satu koleksi tertua di rak Giman adalah seri novel “Rajawali Lembah Huai” karya maestro cerita silat Indonesia, Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
Buku-buku itu masih dalam versi cetakan jadul, ditulis dengan mesin ketik, dan sudah mulai menguning dimakan usia.

“Ini salah satu yang paling saya sayang. Sudah langka sekali. Dari zaman belum ada komputer, hurufnya aja masih diketik mesin tik,” ujarnya sambil membuka halaman yang mulai rapuh di ujung.
Asmaraman S. Kho Ping Hoo dikenal sebagai penulis legendaris yang memperkenalkan dunia silat Tiongkok dalam bahasa Indonesia dengan gaya khas dan sarat nilai moral. Menariknya, ia adalah kakek dari selebriti Desta, komedian sekaligus musisi yang kerap bercerita tentang warisan literasi keluarganya.
Tinggal Satu di Pontianak
Dulu, penyewaan buku seperti milik Giman bukanlah hal langka di Pontianak.
“Di Pasar Mawar dulu ada tiga lantai penuh buku. Sekarang sudah tutup semua,” kenangnya.
Kini, Penyewaan Buku Fortuna bisa jadi yang terakhir bertahan di Pontianak. Giman masih membuka tempatnya setiap hari, dari pukul 14.00 hingga 20.00 WIB. Tapi kalau ada yang datang lebih awal dan ia sedang di rumah, ia tetap akan melayani.
Kadang, pengunjung datang bukan sekadar meminjam buku, tapi juga belajar membaca.
“Pernah ada yang bilang, dia pertama kali belajar baca dari komik di sini. Butuh sejam buat habiskan satu buku,” kenang Giman.
Lebih dari sekadar tempat penyewaan buku, Penyewaan Buku Fortuna adalah ruang kecil yang menyimpan ingatan masa lalu yakni tentang kota maupun tentang generasi yang tak pernah pudar pada buku-buku lama.











