INIBORNEO.COM, Pontianak — Kementerian Lingkungan Hidup menyegel enam perusahaan yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Barat.
“Kami tidak memandang itu sengaja atau tidak. Jika terbukti merusak lingkungan, maka akan kami kenakan sanksi. Ini bentuk penerapan tanggung jawab mutlak atau strict liability,” tegas Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Hanif Faisol Nurofiq, saat melakukan kunjungan kerja ke Pontianak, Kamis, 1 Agustus 2025.
Selain enam perusahaan yang sudah disegel, sekitar 20 lainnya tengah dalam proses verifikasi lapangan. KLH memastikan akan menindaklanjuti dengan pendekatan administratif maupun pidana sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hanif menegaskan bahwa pihaknya juga telah mendorong kepolisian daerah untuk mengambil langkah hukum. Penanganan karhutla, katanya, tak cukup dengan pemadaman saja, melainkan harus dibarengi dengan penegakan hukum yang konsisten terhadap pelaku, termasuk korporasi.
“Jangan salah tafsir dengan aturan pembukaan lahan 2 hektare. Meski diatur dalam Perda, Undang-Undang tetap di atasnya. Dan di masa puncak kemarau seperti sekarang, tidak ada toleransi,” ujarnya.
Hanif memaparkan, Kalimantan Barat saat ini menjadi penyumbang titik api terbanyak secara nasional. Hal ini tak lepas dari karakteristik lahan gambut seluas 2,7 juta hektare yang sangat rentan terbakar, terutama akibat kanalisasi untuk kegiatan perkebunan yang menyebabkan pengeringan.
“Begitu gambut mengering, sedikit panas langsung menyala. Maka kebakaran ini bukan insidental, tapi sistemik. Karena itu pendekatan kita juga sistematis,” jelas Hanif.
Ia menyebutkan bahwa pemerintah pusat sudah menggelar rapat terbatas bersama Presiden dan menetapkan strategi pengendalian karhutla secara menyeluruh. Selain operasi darat, Kalbar kini didukung dua pesawat modifikasi cuaca (OMC), tiga helikopter water bombing, serta dua heli patroli untuk pemantauan titik api.
Meski sudah ada potensi hujan di beberapa wilayah Kalbar, Hanif mengingatkan bahwa risiko masih tinggi hingga akhir Agustus. Oleh sebab itu, penanganan harus dilakukan terpadu antara pusat, provinsi, hingga masyarakat.
“KLH tetap di Kalbar untuk memastikan semua berjalan. Kami harap kerja sama semua pihak bisa menurunkan titik api dalam hitungan hari seperti yang berhasil dilakukan di Riau,” tutupnya.