Perempuan Turut Lestarikan Olahraga Sumpit

  • Share
Sejumlah peserta lomba sumpit dalam ajang Pekan Gawai Dayak 2025 yang digelar di Rumah Radangk Pontianak, Kamis (22/5/2025)

INIBORNEO.COM, Pontianak – Menyumpit bukan sekadar olahraga, tetapi juga warisan budaya yang sarat nilai keterampilan dan kearifan lokal. Tradisi yang dahulu digunakan untuk berburu maupun berperang oleh masyarakat Dayak ini kini telah berkembang menjadi olahraga tradisional. Tak hanya kaum pria, para perempuan pun turut ambil bagian dalam menjaga dan melestarikan eksistensinya.

Seperti yang terjadi di Pekan Gawai Dayak 2025. Seorang perempuan muda dari Sanggar Sape Pontianak bernama Dauna Cinta Dominique yang sejak usia belasan tahun berkali-kali menjuarai kompetisi sumpit dalam ajang ini.

“Bisa dikatakan, sejak tahun 2018 hingga saat ini, hampir setiap tahun saya menang,” ujarnya sambil tersipu. 

Usianya baru 21 tahun, namun prestasinya sudah melesat jauh. Bahkan ia sudah pernah mewakili Kota Pontianak mengikuti ajang Fornas (Festival Olahraga Rakyat Nasional) di Kota Bandung tahun 2023. 

“Sumpit ini memang berat, tapi bukan berarti cuma untuk laki-laki,” katanya tegas. 

Bagi Dauna, kunci keberhasilannya sederhana, yakni latihan, fokus, dan kontrol napas. Sepekan sebelum lomba, ia sudah rutin berlatih demi menjaga performa. “Yang penting itu tangan kuat dan mata fokus ke titik tembak,” tambahnya.

Di berbagai festival budaya di Kalbar, seperti Pekan Gawai Dayak (PGD) di Pontianak, kompetisi sumpit menjadi salah satu acara paling dinanti. Di sinilah generasi muda mengenal kembali akar budayanya dengan cara yang sportif dan menyenangkan.

Cara mainnya? Sederhana tapi butuh fokus tinggi. Peserta harus meniupkan damak (peluru kecil) melalui sumpit sepanjang 2–2,5 meter ke papan target. Satu peserta dapat 10 kesempatan—5 kali berdiri, 5 kali jongkok dalam waktu 3 menit. Yang dihitung cuma tembakan yang tepat ke lingkaran merah di tengah sasaran tembak.

Asal-usul Sumpit

Sumpit adalah salah satu warisan budaya tertua di Kalimantan Barat yang hingga kini masih hidup dan terus dilestarikan. Bukan hanya sebagai alat berburu, sumpit juga memiliki nilai sejarah, filosofi, dan bahkan kini berkembang sebagai cabang olahraga tradisional. 

Sumpit merupakan alat berburu tradisional yang digunakan oleh suku Dayak di pedalaman Kalimantan, termasuk di Kalbar. Alat ini digunakan untuk berburu binatang di hutan lebat yang sulit dijangkau dengan senjata biasa. Panjangnya bisa mencapai 2 hingga 2,5 meter, digunakan dengan cara meniupkan peluru kecil (disebut damak,red) ke arah sasaran.

Damak tradisional biasanya dibuat dari kayu ringan dan dilumuri racun dari getah tumbuhan tertentu, seperti ipoh, untuk melumpuhkan hewan buruannya.

Lebih dari sekadar senjata, sumpit menyimpan nilai kearifan lokal. Dalam budaya Dayak, kemampuan menggunakan sumpit menandakan ketangkasan, ketenangan, dan keharmonisan dengan alam. Proses pembuatan sumpit pun memerlukan ketelitian tinggi, mulai dari memilih kayu, melubangi batang sumpit, hingga menyesuaikan damak agar akurat dan seimbang.

Pada masa lalu, sumpit juga digunakan dalam perang antar-suku. Namun kini, sumpit telah berubah wajah. Ia tak lagi menjadi alat konflik, melainkan simbol perdamaian, permainan ketangkasan, dan olahraga budaya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *