Jakarta – Senin, (29/1/2018), adalah hari persidangan berkas perkara Ketua Touna Corruption Watch (TCW) Mohamad Aksa berakhir dengan agenda putusan majelis hakim. Aksa sebelumnya telah dituduh melakukan tindakan pidana pencemaran nama melalui media elektronik Facebook pada 5 Juli 2017 dan dikenakan Pasal 45 ayat 3 juncto pasal 27 Ayat 3 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 750 juta.
Dalam postingan Facebook miliknya, Mohamad Aksa menulis status pada 5 Juli 2017 pukul 18.59 WITA berisi “Investigasi proyek milik oknum polres tojo una-una.” yang kemudian dikomentari banyak orang. Lalu di dalam salah satu komentar, Mohamad Aksa menulis lagi pada pukul 19.31 WITA berisi “Kali ini harus fokus. Konon katanya di duga ada keterlibatan kapolres.” Apa yang ditulis oleh Mohamad Aksa erat kaitannya dengan posisinya sebagai Ketua Touna Corruption Watch (TCW) yang secara resmi sebelumnya telah melaporkan Kapolres Touna AKBP Bagus Setiyono ke Propam Polda Sulteng pada 8 April 2017. Laporan dengan nomor tanda terima: STPL/105/VIII/2017/Yanduan dilayangkan dengan indikasi dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kapolres, di antaranya permintaan proyek ke Pemerintah Daerah Touna (Tojo Unauna). Menurut TCW, dana yang diminta oleh Kapolres Touna nilainya mencapai miliran rupiah, mulai dari proyek infrastruktur jalan hingga proyek lainnya. Untuk melengkapi laporannya, TCW membawa bukti video dan dokumen-dokumen pendukung.
Setelah mengikuti persidangan dan mendengar keterangan saksi-saksi, dalam persidangan hari ini, Senin, 29 Januari 2018 Majelis Hakim Ahmad Erya, SH didampingi Jusdi Formawan, SH, MH dan Beni Lipu, SH menyampaikan “Postingan terdakwa yang diupload pada Facebook milik Mohamad Aksa berupa kata-kata “Investigasi proyek milik oknum polres tojo una-una” dan kolom komentar “Kali ini harus fokus. Konon katanya di duga ada keterlibatan kapolres” tidak mengandung muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Hakim menilai unsur ini tidak terbukti.
Maka atas dasar itu, majelis hakim menyatakan “Terdakwa Mohamad Aksa Patundu alias Aksa tidak terbukti secara sah bersalah atas tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal.” Terhadap putusan hakim, penuntut hukum menyatakan pikir-pikir.
SAFEnet/Southeast Asia Freedom of Expression Network mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Poso yang diketuai oleh Ahmad Erya, SH didampingi Jusdi Formawan, SH, MH dan Beni Lipu, SH yang telah berlaku adil dan bijak dalam memutuskan perkara Aksa. SAFEnet juga berterima kasih atas pendampingan hukum yang diberikan oleh Mohamad Taufik P Umar, SH, Mahfud Masuara, SH, dan Fadli Husain, SH kepada Mohamad Aksa.
SAFEnet juga berterima kasih atas dukungan banyak pihak, terutama saksi ahli bahasa Dr. Frans Asisi Datang, M.Hum, media serta masyarakat Tojo Una-una dan Sulawesi Tengah yang telah memberi perhatian pada kasus ini sehingga Mohamad Aksa bisa menjalani persidangan dengan kepala tegak dan berani.
Siaran Pers : Damar Juniarto (Regional Coordinator SAFEnet)