‘Kos-kosan’ Ala Warga Asal Lengkong Bindu Sintang

  • Share
kos-kosan : Belasan rumah 'kos-kosan' berfondasi kayu terbangun di bibir Sungai Kayan, Desa Nanga Mau Kecamatan Kayan Hilir, Sintang.

Ada sekitar puluhan pelajar asal Desa Lengkong Bindu yang mengenyam pendidikan menengah di Desa Nanga Mau. Para orangtua pun mendirikan rumah kos-kosan berukuran mini sebagai tempat tinggal mereka. Kondisi ini, sudah berjalan belasan tahun lamanya.

Di salah satu rumah yang letaknya berdekatan dengan bibir Sungai Kayan, Desa Nanga Mau Kecamatan Kayan Hilir, Sintang, berkumpul sejumlah orang. Seluruhnya adalah para wanita, yang terdiri dari anak-anak, remaja dan orang dewasa. Sebagian mereka duduk di selasar rumah tersebut. Ada pula yang duduk di tangga rumah.

Rumah yang berkontruksi kayu tersebut berbentuk segi empat. Bangunan tersebut dibuat agak meninggi, setengah hingga satu meter dari atas tanah. Ukurannya terbilang mini, yakni hanya seukuran kamar. Sekitar 4×5 meter saja luas bangunannya.  Bangunan tersebut oleh warga yang tinggal di sana, disebut sebagai rumah kos-kosan.

“Kami menyebutnya rumah kos-kosan,” ungkap Tursia, salah seorang pemilik rumah tersebut saat dikunjungi penulis, Jumat (21/9).

Rumah sejenis juga terbangun di sana. Pantauan penulis, ada belasan rumah yang hampir sama dari segi bentuk dan ukuran. Rumah-rumah tersebut berada di kawasan yang sama, berdekatan dengan bibir Sungai Kayan. Tepatnya di belakang Polsek Kayan Hilir, Desa Nanga Mau.

Penyebutan rumah kos-kosan tersebut, bukannya tak beralasan. Pasalnya, rumah tersebut bisa berganti-ganti penghuni. Siapa saja penghuni yang telah menamatkan sekolah menengahnya, maka dia tidak lagi menetap lagi di sana. Berdirinya rumah itu kebanyakan diperuntukkan bagi anak-anak yang ingin melanjutkan sekolahnya di tingkat menengah, baik SMP maupun SMA.

“Rumah ini sebagai tempat tinggal anak-anak yang mau melanjutkan sekolah SMP dan SMA. Tempat kami di Desa Lengkong Bindu cuma ada SD saja,” tutur Tursia.

Tursia dan warga lainnya asal desa tersebut memang berkeinginan agar anaknya dapat bersekolah hingga SMA. Anak-anak mereka pun punya keinginan yang kuat untuk bisa sekolah. Karena itulah, mereka harus tetap mendapatkan haknya meraih pendidikan yang lebih tinggi. Desa Nanga Mau pun menjadi pilihan, karena di desa tersebut terdapat sekolah tingkat SMP dan SMA.

Tursia menyebut, keberadaan kawasan rumah kos-kosan tersebut telah ada sekitar 15 tahun yang lalu. Pemilik rumah-rumah itu pun rata-rata merupakan saudara. Adapun yang tinggal di sana diwariskan secara turun-temurun.

“Jadi kalau nanti ada yang sudah selesai sekolahnya, nanti digantikan lagi oleh keluarganya yang lain,” katanya.

Rumah kos-kosan di desa Nanga Mau KEcamtan Kayan Hilir Sintang

Fransiska, salah satu pemilik rumah, menceritakan bahwa dia, Tursia, beberapa orangtua yang lain sebenarnya tidak menetap di sana. Di rumah-rumah tersebut kebanyakan dihuni oleh anak-anak yang bersekolah dan nenek-nenek mereka. Nenek-nenek inilah yang menjaga anak-anak yang bersekolah di sana.

“Kami itu kerja di desa (Lengkong Bindu) noreh karet. Hanya sekali-sekali saja ke sini (Nanga Mau). Pas hari ini ada kegiatan 17an. Jadi sekarang kami tukaran, nenek mereka pulang ke desa,” ucap Fransiska.

Tinggal di rumah tersebut, diakuinya bukannya nyaman. Kondisi yang berdekatan dengan sungai, membuat kawasan tersebut rawan diterjang banjir. Meski tak sering, saat terjadi banjir mereka terpaksa harus menumpang di rumah warga lain yang berlantai dua. Kebetulan ada pula beberapa rumah kos-kosan yang dibangun bertingkat, meski jumlahnya sedikit.

“Kami juga bangun dek kecil di atas, agar kami bisa selamatkan barang kami saat banjir datang,” kata dia.

Tugu di simpang empat Desa Nanga Mau. Desa ini merupakan pusat Kecamatan Kayan Hilir, Sintang, Kalimantan Barat

Di samping itu, warga di sana juga tidak memiliki sanitasi. Untuk kebutuhan mandi, mereka masih memanfaatkan sungai, sementara untuk buang air mereka menumpang di motor bandong. Kebetulan tak jauh dari lokasi rumah itu berdiri, terdapat

“Kalau buang air ya di sana (motor bandong). Tapi seram kalau mesti buang air malam-malam,” katanya.

Saat ini memang ada wacana dari penduduk di sana untuk membuat sebuah kamar kecil yang dapat dimanfaatkan bersama. Namun, mereka masih mengumpulkan dana untuk mewujudkan hal tersebut.

“Kami berharap ada yang bisa membantu kami. Salah satunya mungkin untuk pengadaan kamar kecil,” pungkas Fransiska.**

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *