Dari Jogja ke Kalbar, Deny Persembahkan Karya Identitas Dua Sungai dan Ritus Tradisi Kalbar

  • Share
Hasil karya Deny Farid Yusman berjudul S.ST Jejak Benang Dua Sungai dan Ritus dalam Pola terpajang di Pameran Swararupa Museum Kalimantan Barat, memvisualisasikan pertemuan budaya pesisir dan rimba melalui motif tradisi Melayu-Dayak dan material sederhana yang sarat makna identitas lokal. (Foto: Dok. Rere Hutapea)

INIBORNEO.COM, Pontianak – Perjalanan Deny Farid Yusman, seorang seniman yang berasal dari Yogyakarta hingga ke Kalimantan Barat. Kini, ia bukan hanya menjadi bagian dari komunitas seniman lokal, tetapi juga turut menyuarakan identitas budaya Kalbar melalui dua karyanya yang mencuri perhatian dan ia beri nama S.ST Jejak Benang Dua Sungai dan Ritus dalam Pola. Karya tersebut dipamerkan dalam Pameran Swararupa “Dekolonisasi Estetika Pesisir dan Rimba Kalbar” di Museum Kalimantan Barat, 20–24 November 2025.

Sebagai seniman yang telah menetap lama di Pontianak, Deny mengaku tergerak oleh kekayaan budaya Kalbar yang menurutnya belum dimaknai secara mendalam oleh generasi muda. Ia mencoba mengangkat motif tradisi Melayu dan Dayak sebagai jendela untuk mengenali kembali akar identitas lokal.

“Dekolonisasi adalah upaya untuk kembali mengenali aslinya kita. Kita punya banyak tradisi, motif, dan nilai yang bisa dibaca dan dihidupkan kembali. Karya ini jadi refleksi perjalanan budaya dari pesisir ke rimba, dari sungai ke ritual,” ungkapnya.

Deny menggunakan berbagai teknik dan media dalam berkarya, termasuk kain batik, printing digital, barang bekas, hingga media tikar. Menurutnya, material sederhana justru membuka ruang kreativitas lebih luas dalam menggambarkan filosofi budaya Kalbar.

Dua karyanya menggambarkan pertemuan antara dua sungai besar di Kalimantan Barat sebagai simbol ruang hidup, pertemuan budaya, dan perjalanan identitas manusia. Sementara Ritus dalam Pola merekam jejak tradisi masyarakat yang tertuang dalam motif dan upacara adat sebagai bentuk komunikasi antar generasi.

“Proses kreatifnya bisa satu hingga tiga bulan, tapi proses mengumpulkan ide bisa jauh lebih lama. Karena karya bukan hanya soal visual, tapi bagaimana membacanya sebagai narasi budaya,” tambahnya.

Pameran Swararupa menghadirkan total 21 karya dari 12 seniman Pontianak, Singkawang, dan Kubu Raya. Mereka menampilkan ragam interpretasi terhadap motif tradisi Kalbar melalui seni rupa dua dan tiga dimensi, multimedia, dan teknik membatik.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII, Juliadi, mengapresiasi kreativitas para seniman yang mampu menghadirkan perspektif baru tentang kekayaan budaya lokal.

“Seniman Kalbar sangat kreatif dan mampu bergerak dengan kondisi terbatas. Mereka tidak hanya membuat karya, tapi juga membangun narasi budaya yang kuat,” kata Juliadi.

Melalui karya dan pameran ini, Deny berharap kesadaran budaya tidak hanya berhenti pada visual, tetapi menjadi pemantik untuk memaknai tradisi sebagai identitas yang hidup.

“Jangan tinggalkan adat, jangan tinggalkan tradisi. Karena di situlah jati diri kita,” tutupnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *