INIBORNEO.COM, Pontianak – Sore itu langit Pontianak sedikit mendung. Di Pal IV, Kelurahan Sungai Jawi, sebuah rumah sederhana berplang ‘Bank Sampah Palem Asri’ berdiri teduh di antara rimbun pepohonan. Di belakang rumah itu, ada bangunan lain yang lebih luas. Disitu, seorang pria berusia 60-an terlihat sibuk memilah tumpukan kardus, botol plastik, dan karung-karung berisi sampah anorganik.
Pak Herman, begitu biasa ia disapa, adalah pekerja yang sehari-hari menjaga alur pemilahan di TPS 3R, tempat Bank Sampah Palem Asri juga menitipkan sebagian sampahnya. Tangannya cekatan memisahkan botol plastik dari kertas duplek dann kardus, sementara di sampingnya berdiri karung besar, wadah sementara hasil pilahan hari itu.
“Karena ruangan bank sampah kecil, jadi sebagian kegiatan memilah dialihkan ke sini,” ujarnya sambil terus bekerja.
Di sekelilingnya, tercium bau khas sampah dari kardus lembap bercampur dengan plastik dan karung-karung yang berdesakan. Namun di balik tumpukan itu, tersimpan nilai yang tak sekadar rupiah, tetapi bisa berubah menjadi emas.
Bank Sampah Palem Asri berdiri pada tahun 2018. Nama Palem Asri diambil dari singkatan Pal 4 yang merupakan nama kawasan dimana bank sampah itu berdiri. Dan penambahan kata ‘Asri’ yang bertujuan agar tempat ini akan selalu asri. Tempat ini berawal dari gagasan sederhana warga yang awalnya membentuk kelompok wisata air. Saat ada lahan fasilitas umum (fasum) yang bisa dimanfaatkan, warga bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pun menginisiasi bank sampah.
Namun roda organisasi tak selalu mulus. Beberapa kali kepengurusan berganti hingga akhirnya Aida (50) seorang guru sekaligus kepala sekolah di SDN 5 Kuala Mandor, didorong untuk memimpin.
“Awalnya berat. Saya tidak pernah kepikiran jadi pengurus bank sampah. Tapi karena amanah dari warga, akhirnya saya jalani. Lama-lama, justru saya menikmatinya,” tutur Aida dengan senyum hangat.
Ia masih ingat betul, awalnya ada 10 pengurus yang tiap sore, dari jam 3 sampai jam 5, mengumpulkan sampah. Dari situlah konsistensi dibangun.
Tahun 2019 menjadi titik balik. CSR (Corporate Social Responsibility) Pegadaian hadir dengan memberikan mesin pencacah plastik dan membuka pintu lewat program tabungan emas dengan tagline ‘Memilah Sampah, Menabung Emas’. Sebuah terobosan yang membuat Palem Asri berbeda karena menjadi satu-satunya bank sampah mitra resmi Pegadaian di Kalimantan Barat.
Menabung Sampah
Mekanisme di Palem Asri sederhana. Warga membawa sampah terpilah dari plastik, kardus, aluminium, besi lalu ditimbang. Nilai jualnya dicatat dalam buku tabungan nasabah. Tabungan itu bisa diambil dalam bentuk uang tunai, atau lebih istimewa lagi, dikonversi menjadi saldo emas di Pegadaian. Tak perlu nominal besar, 10 ribu rupiah saja sudah bisa jadi setoran.
Direktur Bank Sampah Palem Asri, Aida
“Kalau nabung langsung ke bank kan minimal Rp50 ribu. Lewat bank sampah, 10 ribu pun bisa. Itu kelebihan yang bikin masyarakat semangat,” jelas Bu Aida.
Tak heran, hingga kini ada sekitar 250 nasabah yang terdaftar, mulai dari warga sekitar, sekolah, hingga instansi. Beberapa sekolah yang sudah memiliki bank sampah mini lewat program Adiwiyata dari Kementerian Lingkungan Hidup, juga mejadi nasabahnya. Tercatat 12 sekolah di mana murid-murid dilatih memilah sampah sejak dini. Hasilnya dipakai untuk membeli kebutuhan sekolah, dari air galon hingga sapu, sekaligus ditabungkan emas.
Jumlah kisaran sampah yang bisa didapat oleh Bank Sampah Palem Asri ini berkisar 1-3 ton per bulan. Jenis-jenis sampah yang diambil antara lain; botol, sampah-sampah plastik, kerasan, kardus, kertas, duplex, aluminium, seng, besi hingga residu.
Dari hasil penjualan bank sampah ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) induk, Palem Asri bisa mengupah 4 orang pekerja, menutup biaya operasional dan masih menyisakan kelebihan. Aida mengakui, jika rutinitas ini difokuskan hasilnya tidak receh. Hanya saja pola pikir masyarakat saat ini yang masih memandang remeh sampah-sampah disekitarnya.
“Sampah ini seringkali dipandang sebelah mata padahal kalau difokuskan bisa jadi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi dengan adanya tabungan ini, bisa dapat emas kita. Dan kalau rutin seperti pengepul sampah, usaha ini akan berhasil,”cetusnya.
Di sudut ruang kantor Palem Asri, tampak etalase berisi kerajinan tangan dari plastik bekas. Warna-warni tas rajut, bunga hias, hingga wadah unik dari botol plastik bekas menjadi simbol nyata bahwa sampah punya banyak wajah yang bernilai. Di dinding, terpajang piagam penghargaan dari lomba bank sampah, bukti kerja keras komunitas ini untuk diakui luas.
Menularkan Kebiasaan
Salah satu nasabah yang merasakan manfaat program tabungan emas ini adalah Syalfarina, guru SMP 24 Pontianak. Ia pertama kali tertarik menabung emas setelah membaca brosur lomba bank sampah.
“Saya tertarik ikut. Awalnya saya kumpulkan sampah sendiri. Lama-lama saya ajak keluarga, tetangga, bahkan teman arisan untuk menyimpan sampahnya. Saya tidak gengsi, kuncinya itu,” ceritanya.
Dari kegigihannya, Syalfarina akhirnya meraih juara dua lomba bank sampah dari Pegadaian. Hadiahnya, bersama tabungan yang sudah ia kumpulkan, dipakai untuk menambah biaya kuliah anak ke-duanya.
“Pokoknya dalam buku tabungan itu nilainya emas. Bagusnya emas itu kan naik terus. Jadi sampah yang saya kumpulkan benar-benar jadi investasi masa depan,” katanya sambil tertawa kecil.
Kemenangannya memunculkan semangat baru dan motivasi untuk menabung sampah sebanyak-banyaknya. Apalagi keluarganya sangat mendukung. “Sampai-sampai kalau suami saya sholat di masjid, pulang-pulang dia pasti bawa kantong yang isinya sampah. Trus anak saya, kalau lari pagi tuh pasti sekalian mungut-mungut sampah. Kan banyak botol-botol plastik yang dibuang orang-orang,” cetusnya.
Ditempat ia bekerja, Syalfarina kemudian menularkan ke guru-guru lain. Tidak tanggung-tanggung, hampir semua guru di SMP 24 ikut menjadi nasabah tabungan emas dari bank sampah Palem Asri. “Sekarang kalau guru-guru ini udah lihat botol kosong di jalan, langsung dikemasi. Kalau abis acara, banyak sampah, jadi berebut sampah malah,” ujar Syalfarina penuh semangat.
Di sekolah, ia juga menggerakkan murid-muridnya. Setiap Jumat, anak-anak membawa sampah terpilah dari rumah. Mereka menimbang, mencatat, lalu Palem Asri menjemputnya. Meskipun hasil penjualan seringkali diuangkan dan dibagikan ke murid-murid sesuai dengan sampah yang mereka tabung di bank sampah mini sekolah. Tapi yang pasti, perlahan, perilaku mereka berubah. Pola pikir anak pun menjadi lebih berwawasan hijau.
mengEMASkan Indonesia
Bagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak, keberadaan Bank Sampah Palem Asri menjadi salah satu kunci dalam menyukseskan program “Memilah Sampah, Menabung Emas” hasil kolaborasi dengan Pegadaian. Program ini dinilai bukan hanya efektif mengurangi timbulan sampah, tetapi juga membuka jalan bagi masyarakat untuk belajar literasi keuangan melalui tabungan emas.
Kepala DLH Kota Pontianak, Syarif Usmulyono, melihat pola tabungan emas ini mampu menggerakkan warga dengan cara sederhana, yaitu membawa sampah terpilah. Dari langkah kecil itu, masyarakat memperoleh nilai ekonomis sekaligus ikut menjaga lingkungan.
“Ini harus menjadi motor penggerak bahwa sampah tidak perlu dibuang sembarangan. Kalau diantarkan dalam keadaan terpilah, bisa jadi uang bahkan emas,” ujarnya.
Hingga 2024, DLH mencatat baru 25,06% sampah yang berhasil dikurangi melalui partisipasi masyarakat. Sisanya masih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), didominasi sampah rumah tangga terutama plastik dan kemasan sekali pakai. Target pengurangan sampah dipatok naik menjadi 28% pada 2026, dan lebih dari 30% di tahun 2029 sesuai RPJMD Kota Pontianak dan RPJMN Nasional.
“Dampak langsung adanya bank sampah sangat signifikan. Dari yang awalnya hanya beberapa, kini sudah ada 20 unit aktif di Pontianak. Artinya kegiatan ini menjanjikan, dan tidak menutup kemungkinan jika animo masyarakat tinggi, kemitraan dengan Pegadaian akan diikuti bank sampah lain lewat tabungan emas,” jelas Syarif Usmulyono.
Palem Asri sendiri dianggap sebagai contoh sukses hasil pembinaan DLH. Bank sampah ini konsisten melaporkan jumlah sampah yang diterima, diolah, dan dikurangi, sehingga mendukung target pemerintah menekan volume sampah di TPA.
“Kinerjanya terukur, tercacat dan dampaknya nyata bagi masyarakat. Kami anggap pembinaan ini berhasil,” tambah Syarif.
Bagi Pegadaian, program ini tak kalah penting. Bukan sekadar lingkungan, tetapi juga literasi keuangan inklusif. Abdul Lafaz Isnainy, Deputi Bisnis Pegadaian Kalbar, menyebut konsepnya sederhana yaitu clean and gold. Lingkungan bersih, masyarakat punya emas.
Program ini akan semakin mendekatkan keinginan Pegadaian mengEMASkan Indonesia. Tidak hanya mengajak menjaga kebersihan, tetapi juga membuka peluang investasi sederhana dari sampah.
Untuk memperkuat jejaring, Pegadaian membentuk Forum Sahabat Emas Pemilah Sampah (Fosepsi) yang menghubungkan Palem Asri dengan ratusan bank sampah di seluruh Indonesia. Lewat forum ini, pengelola bank sampah rutin bertemu, berbagi praktik baik, sekaligus menyuarakan aspirasi di tingkat nasional.
“Pertemuan nasionalnya sampai ke Padang, Jakarta, Bandung, bahkan Bali,” kata Abdul Lafaz.
Aida membenarkan bahwa Pegadaian rutin menggelar pertemuan dua kali setahun, baik konsolidasi di kantor wilayah maupun Rakernas. “Di sana kami bisa menyampaikan kendala, kemajuan, atau mengajukan program baru. Forum ini sudah berjalan sejak 2019 sampai sekarang,” tuturnya.
Saat ini, tambah Aida, meski berjalan stabil, perjalanan Palem Asri sempat terkendala. Pandemi COVID-19 sempat membuat aktivitas terhenti, beberapa pekerja tak kembali. Kini staf aktif hanya tersisa 4 orang dan 2 orang dari Dinas Lingkungan Hidup, ditambah pekerja lepas saat volume sampah meningkat. Mesin pencacah plastik pun tak lagi digunakan karena hasilnya terlalu kasar untuk diterima pengepul.
Namun semangatnya tak surut. “Harapan kami, Pegadaian bisa lebih intens mendampingi di daerah. Program ini luar biasa, sayang kalau tidak terus digencarkan,” ujar Bu Aida.
Bank Sampah Palem Asri sore itu terasa begitu teduh, sementara daun-daun kering yang berserakan di sekitarnya menambah kesan syahdu dan sederhana. Kawasan yang dulu sepi dan kumuh kini tampak jauh lebih asri.
Bank Sampah Palem Asri membuktikan, sampah yang sering dipandang remeh bisa menjadi berkah, bahkan emas. “Kalau sampah dikelola dengan benar, kita bukan hanya menjaga bumi, tapi juga menabung masa depan,” pesan Bu Aida menutup perbincangan.(***)
#mengEMASkan Indonesia