INIBORNEO.COM, Melawi – Tiga individu orangutan bernama Badul, Korwas dan Asoka telah dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Kabupaten Melawi, Kalbar, Selasa (16/12/2025).
“Setiap individu orangutan yang berhasil kembali ke hutan adalah buah dari proses panjang penyelamatan, rehabilitasi, dan perawatan rutin dari tim. Pelepasliaran tiga orangutan ini bukan hanya kabar baik bagi YIARI, tetapi juga bagi masa depan keanekaragaman hayati Indonesia,” ungkap Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul.
Ketiga orangutan yang dilepasliarkan merupakan orangutan yang dititiprawatkan BKSDA Kalbar di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Orangutan YIARI di Desa Sungai Awan Kiri, Ketapang.
Badul merupakan orangutan jantan yang sejak kecil terbiasa hidup dekat manusia sebelum direhabilitasi di Pusat Rehabilitasi YIARI Ketapang pada 25 November 2017. Setelah delapan tahun pendampingan, Badul berkembang menjadi individu yang mandiri, mampu mencari pakan alami, membuat sarang, dan menjelajah hutan. Dengan kondisi kesehatan sangat baik, ia dinyatakan siap dilepasliarkan ke TNBBBR.
Sedangkan Korwas adalah orangutan betina hasil sitaan kasus perdagangan ilegal satwa liar yang tiba di YIARI pada 23 Agustus 2017 dengan kondisi kesehatan yang buruk akibat infeksi jamur kulit. Setelah menjalani perawatan dan rehabilitasi, Korwas menunjukkan perilaku liar yang kuat, mampu mencari pakan sendiri, serta menghindari interaksi dengan manusia. Ia kini dinyatakan sehat dan siap kembali hidup liar di TNBBBR.
Terakhir, Asoka merupakan orangutan jantan yang diselamatkan dari warga di Sungai Besar saat masih bayi. Datang ke YIARI pada 27 Juli 2015 dengan kondisi rentan akibat pola asuh yang tidak tepat, Asoka menjalani rehabilitasi intensif hingga tumbuh menjadi individu yang mandiri, aktif, dan sehat. Setelah hampir sepuluh tahun rehabilitasi, Asoka siap kembali ke habitat alaminya di TNBBBR.
“Setiap orangutan yang kami lepasliarkan telah melewati rangkaian pemeriksaan kesehatan yang ketat dan rutin selama masa rehabilitasi. Badul, Korwas, dan Asoka menunjukkan kondisi fisik yang baik, kesehatan yang stabil, serta perilaku yang mendukung keberhasilan hidup di alam liar,” jelas Manager Animal Management YIARI, drh Andini Nurillah.
Pelepasliaran ini juga merupakan kolaborasi lintas sektor dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (BTNBBBR), dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI). TNBBB dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena masih memiliki tutupan hutan yang baik, sumber pakan yang melimpah, serta tekanan manusia yang relatif rendah. Selain itu, kawasan ini juga dinilai aman bagi orangutan karena berstatus kawasan konservasi yang mendapat pengawasan rutin melalui patroli BTNBBBR.
Sebelum dilepasliarkan, ketiga orangutan telah menjalani rangkaian prosedur medis pra-pelepasliaran, meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh, pemeriksaan penunjang, pemantauan rutin berat badan, serta verifikasi identitas satwa melalui pemasangan microchip. Pasca pelepasliaran, tim gabungan YIARI dan BTNBBBR akan melakukan pemantauan intensif untuk memastikan proses adaptasi berlangsung optimal, dengan fokus pada kemampuan satwa mencari pakan, membangun sarang, serta mempertahankan perilaku liarnya di habitat baru.
“Pelepasliaran orangutan ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Kehutanan dan YIARI, serta menjadi bagian dari keberhasilan yang patut diapresiasi dalam upaya penyelamatan dan rehabilitasi orangutan. Dalam beberapa tahun terakhir, kami tidak mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan publikasi atas kegiatan-kegiatan tersebut,” kata Direktur Program Operasional YIARI, Argitoe Ranting.
Ia menilai kebijakan tersebut berdampak serius tidak hanya pada komunikasi, tetapi juga pada penanganan konflik dan penyelamatan satwa di lapangan. Pembatasan yang disampaikan oleh balai-balai daerah atas nama arahan kementerian kerap menimbulkan kebingungan, menghambat koordinasi, serta memperlambat proses penyelamatan dan translokasi orangutan. Akibatnya, sejumlah individu tidak tertangani tepat waktu, konflik dengan masyarakat meningkat, dan kerugian pada kebun warga pun terjadi.
“Karena itu, kami menyambut baik ruang publikasi dan keterbukaan yang kini tersedia. Sebagai mitra Kementerian Kehutanan, kami memandang transparansi, kejelasan kewenangan, dan komunikasi yang terbuka sebagai fondasi penting agar upaya konservasi berjalan efektif, melindungi orangutan, sekaligus meminimalkan dampak negatif bagi masyarakat,” lanjutnya.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menyatakan pelepasliaran orangutan hasil rehabilitasi YIARI ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) merupakan wujud komitmen bersama dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Sementara itu, Kepala Balai TNBBBR, Persada Agussetia Sitepu, menegaskan pelepasliaran tersebut dilakukan melalui perencanaan matang berbasis kajian kesesuaian habitat, daya dukung kawasan, dan kesiapan satwa. Resort Mentatai dipilih karena tutupan hutannya masih baik, ketersediaan pakan memadai, serta tingkat gangguan manusia yang rendah.
“Orangutan memiliki peran ekologis penting sebagai penyebar biji. Kehadiran mereka di TNBBBR diharapkan dapat memperkuat keseimbangan ekosistem hutan sekaligus mendukung upaya pelestarian jangka panjang di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya,” tutupnya. (ril)











