INIBORNEO.COM, Pontianak – Sidang putusan praperadilan kasus dugaan pencabulan terhadap balita berusia 4 tahun dengan tersangka AR, yang ditangani Ditreskrimum Polda Kalbar, berakhir ricuh di Pengadilan Negeri Pontianak, Rabu 9 September 2025.
Kericuhan itu pecah usai Hakim Tunggal A. Nisa Sukma Amelia membacakan putusan yang menolak seluruh permohonan praperadilan dari pihak tersangka. Putusan tersebut langsung memicu tangis, teriakan, hingga amarah keluarga dan kerabat AR yang menilai hakim telah mengabaikan rasa keadilan.
Puluhan kerabat yang hadir di ruang sidang menyatakan proses penyidikan Polda Kalbar keliru. Mereka mendesak hakim keluar dari ruangannya untuk menjelaskan alasan penolakan permohonan.
“AR bukan pelaku, CC yang semestinya diproses hukum,” teriak salah seorang kerabat dengan nada tinggi.
Pernyataan itu ternyata diamini oleh ayah korban. Kepada wartawan, ia menegaskan bahwa pelaku sesungguhnya adalah CC, bukan AR yang kini ditahan. Bahkan ia mengaku memiliki bukti dan pengakuan korban yang menunjuk CC sebagai pelaku.
Namun, hakim tak kunjung keluar menemui keluarga maupun Ayah korban. Situasi kian panas. Pihak kerabat dan keluarga keluarga mencoba menerobos ruang pelayanan utama Pengadilan Negeri Pontianak, hingga aparat kepolisian yang dipimpin Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Suyono, turun tangan melakukan pengamanan ketat.
Meski begitu, kemarahan pihak keluarga tidak terbendung. Mereka bersikeras bertahan di pengadilan sampai hakim mau memberikan penjelasan langsung terkait putusan yang dianggap tidak adil dan merugikan banyak pihak.
Sementara itu Juru Bicara PN Pontianak, Udut Widodo Kusmiran Napitupulu, menyampaikan bahwa dalam perkara praperadilan, hakim menilai pada aspek formalitas, bukan pada pokok perkara.
“Intinya gugatannya terkait penetapan tersangka. Sesuai KUHAP dan putusan MK, penetapan tersangka minimal harus didukung dua alat bukti. Itu bisa berupa saksi, barang bukti, surat, keterangan ahli, maupun keterangan terdakwa,” ujar Udut.
Menurutnya, apabila penyidik sudah memiliki minimal dua alat bukti, maka penetapan tersangka sah menurut hukum. Sementara ada klaim yang menyatakan tidak bersalah atau tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan, kata Udut, sudah masuk ke ranah pokok perkara.
“Masalah salah atau benar, pelaku atau bukan, itu dibuktikan dalam sidang pokok perkara. Terdakwa punya hak menghadirkan saksi yang meringankan, termasuk menghadirkan barang bukti,” tegasnya.
Udut juga menambahkan, jika ada pihak yang merasa terdapat pelaku lain atau fakta yang terabaikan, jalur hukum tetap terbuka.
“Silakan membuat laporan ke polisi. Kalau memang ada pelaku lain, ya silakan dilaporkan,” pungkasnya.











