Peramlee, Sang Penjaga Nafas Sumpit dari Kalimantan Barat

  • Share
Peramlee Co. Mustahar (tiga dari kanan), atlet sekaligus perajin sumpit dari Kalimantan Barat.

INIBORNEO.COM, Pontianak – Sumpit menjadi salah satu permainan yang dilombakan dalam Pekan Gawai Dayak (PGD) 2025 di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Di tengah keramaian gawai yang berlangsung di Rumah Radakng pada tanggal 18-24 Mei 2025 itu, seni kerajinan sumpit pun disorot. 

Nama Peramlee Co. Mustahar mungkin tidak asing bagi penggemar sumpit di Kalimantan Barat. Pria Melayu asal Kabupaten Kapuas Hulu ini bukan hanya tampil sebagai atlet tetapi juga dikenal sebagai perajin sumpit.

“Sumpit itu budaya lintas etnis, ini milik kita semua di Kalimantan,” ujarnya ditemui, Kamis (22/5) di Dari 

Kecintaannya terhadap sumpit membawanya lebih dalam dari sekedar olahraga. Ia memilih untuk membuat sendiri senjata tradisional itu. Proses pembuatannya tak main-main. Satu batang sumpit bisa memakan waktu hingga tiga hari pengerjaan.

Bahan yang digunakan pun bervariasi. Bisa dari kayu nibung, kayu belian, kayu bengkirai hingga meranti. Tiap kayu, harganya berbeda. Semua sudah termasuk damak, peluru sumpit yang terbuat dari fiber dengan ujung busa. 

“Yang paling bagus itu dari kayu nibung tapi juga paling mahal bisa sampai 3 juta. Kayu belian itu harganya 2 juta, bengkirai 1,5 juta dan Meranti 1,3 juta. Sudah termasuk damak satu lusin per sumpit,” katanya.

Sumpit buatan Peramlee bahkan telah menembus pasar luar negeri, seperti Jerman, Prancis, dan paling banyak dari Malaysia yang sering memesan. Dalam sebulan, ia bisa mengirim 5–6 pesanan ke luar daerah dan luar negeri. 

Tahun ini, Peramlee kembali menunjukkan kelasnya di Pekan Gawai Dayak 2025, dengan merebut juara 1 kategori putra. Tapi bagi Peramlee, kemenangan bukan tujuan utama. Yang paling penting adalah melestarikan sumpit, baik sebagai olahraga maupun sebagai seni kerajinan tangan.

Bersama lima rekannya dalam komunitas POSKAHA (Persatuan Olahraga Sumpit Kapuas Hulu), ia terus memperkenalkan sumpit kepada generasi muda. Ia ingin anak-anak muda tahu, bahwa di tengah gempuran teknologi dan budaya asing, ada satu tradisi yang bisa membuat mereka bangga sebagai bagian dari Kalimantan.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *