Workshop Penyelesaian Konflik Tenurial Hutan Desa Tanoeh Menjuakng dan Gema di Simpang Dua

  • Share
Para peserta workshop menyepakati solusi penyelesaian konflik batas desa dan pengelolaan Hutan Desa Tanoeh Menjuakng, Gema, dan Liboh Menyatu di Kecamatan Simpang Dua, sebagai langkah penting menuju pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan perlindungan lingkungan. (Foto: Dok. Tropenbos Indonesia)

INIBORNEO.COM, Pontianak – Konflik batas desa dan Hutan Desa (HD) seringkali muncul jika tidak dikelola dengan baik, terutama ketika kesepakatan tentang batas desa belum tercapai. Masalah ini semakin rumit jika tidak ada kejelasan yang diperkuat oleh Peraturan Bupati mengenai batas desa. Di Kecamatan Simpang Dua, misalnya, terjadi perselisihan terkait batas antara HD Tanoeh Menjuakng Desa Gema dan HD Liboh Menyatu Desa Batu Daya. Konflik ini bermula setelah penetapan HD Tanoeh Menjuakng pada tahun 2018, yang mencakup wilayah administratif Desa Batu Daya seluas 1.331 ha dan Desa Mekar Raya seluas 166 ha.

Perhutanan Sosial (PS) adalah sistem pengelolaan hutan secara lestari di kawasan hutan negara atau hutan hak/adat yang dilakukan oleh masyarakat lokal atau masyarakat hukum adat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, serta menjaga keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya. Pemerintah Indonesia telah memberikan akses hukum kepada masyarakat desa sekitar hutan untuk mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan. Salah satu skema PS adalah hutan desa (HD), yang merupakan kawasan hutan yang belum mendapatkan izin usaha, namun diberikan hak kelola kepada desa untuk digunakan demi kesejahteraan desa selama 35 tahun dengan opsi perpanjangan.

Keberadaan hutan desa yang masuk dalam wilayah administratif desa lain berpotensi memicu konflik tenurial, terutama saat pengelolaan hutan desa oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dimulai, dengan dukungan pendanaan dari pihak luar yang melaksanakan program berbasis kinerja. Kejelasan batas kawasan hutan desa sangat penting untuk memastikan pengelolaan yang lestari, melindungi, memulihkan, dan mengelola sumber daya hutan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada 4 Desember 2024, sebuah kesepakatan dicapai dalam pertemuan di Gedung Pertemuan Desa Makar, dengan diterbitkannya berita acara penyelesaian konflik tenurial terkait Hutan Desa Tanoeh Menjuakng. Musyawarah ini menyepakati pengelolaan HD Tanoeh Menjuakng yang tumpang tindih dengan wilayah administratif Desa Batu Daya seluas 1.331 ha dan Desa Mekar Raya seluas 166 ha. Kesepakatan ini akan menjadi dasar untuk revisi luas izin HD Tanoeh Menjuakng, HD Liboh Menyatu, dan HD Mekar Raya.

Kegiatan ini terlaksana berkat kolaborasi antara KPH Ketapang Utara, Pemerintah Kecamatan Simpang Dua, Forum Juring Bersatu, dan Yayasan Tropenbos Indonesia (TI). TI aktif di Kabupaten Ketapang sejak 2019, mendampingi 11 desa di 5 kecamatan, dengan strategi pendampingan melalui staf lapangan di setiap desa. TI juga memiliki kantor di Ketapang, Sandai, dan Simpang Dua. Didukung oleh program Green Livelihoods Alliance (GLA) fase 2.0, TI meluncurkan program “Hutan untuk Masa Depan Adil” (2021-2025) untuk perlindungan hutan tropis dan pemberdayaan masyarakat.


Kegiatan workhop ini merupakan bagian dari penyelesaian konflik batas desa yang berdampak pada HD yang didukung oleh proyek Mini Diamond untuk menyelesaikan konflik tenurial yang terkait dan perlindungan hutan sebagai salah satu kunci untuk menekan laju perubahan iklim melalui Perhutanan Sosial. Deforestasi dan degradasi hutan tidak hanya meningkatkan perubahan iklim tetapi juga menimbulkan bencana yang mengancam kehidupan manusia, mulai dari hilangnya mata pencaharian, rusaknya sumber air dan penyerap karbon yang membuat udara tetap bersih dan sehat. Perubahan penggunaan lahan seperti perkebunan monokultur dan pesatnya pembangunan infrastruktur telah memperparah tantangan perlindungan hutan dan lahan.

Workshop ini merupakan bagian dari upaya penyelesaian konflik batas desa yang mempengaruhi Hutan Desa (HD), didukung oleh proyek Mini Diamond untuk mengatasi konflik tenurial dan mendukung perlindungan hutan sebagai langkah penting dalam mengurangi perubahan iklim melalui Perhutanan Sosial. Deforestasi dan degradasi hutan tidak hanya memperburuk perubahan iklim, tetapi juga mengancam kehidupan manusia dengan merusak mata pencaharian, sumber air, dan penyerap karbon. Perubahan penggunaan lahan, seperti perkebunan monokultur dan pembangunan infrastruktur, semakin memperburuk tantangan perlindungan hutan.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *