INIBORNEO.COM, Ketapang – Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM mencatat cadangan emas yang hilang akibat pertambangan ilegal oleh YH, WNA China, sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg. Diketahui, aktivitas pertambangan ilegal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan lubang tambang dalam di wilayah berizin.
Dari keterangan tertulis Kementerian ESDM, hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Minerba, terungkap bahwa volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3. Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.
Baca Juga : Tambang Emas Ilegal di Ketapang yang Dilakukan WNA China Rugikan Negara Hingga 1 Triliun Rupiah
Tim PPNS Ditjen Minerba Kementerian ESDM pada Mei 2024 yang lalu mengendus kasus tersebut. Dalam penyelidikannya di lokasi tambang, ditemukan sejumlah alat bukti yang menjadi ciri khas pengolahan dan pemurnian emas antara lain pemecah batu (grinder), induction furnace, pemanas listrik, koli untuk melebur emas. Selain itu ditemukan juga cetakan bullion grafit, blower, bahan kimia penangkap emas, garam, kapur dan peralatan yang digunakan untuk menambang antara lain blasting machine, lower dozer, dumptruck listrik dan lori.
Adapun modus yang digunakan dalam tindak pidana ini adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (tunnel) yang masih dalam masa pemeliharaan di WIUP dengan alasan kegiatan pemeliharaan dan perawatan. Namun, pelaksanaan kegiatan di tunnel justru melaksanakan blasting/pembongkaran menggunakan bahan peledak. Para pelaku lantas mengolah dan memurnikan bijih emas di dalam lubang tambang tersebut.
“Hasil pekerjaan pemurnian di tunnel tersebut dibawa ke luar lubang dalam bentuk dore/bullion emas,” terang Kementerian ESDM dalam rilisnya.
Tersangka sebagai penanggung jawab dari semua kegiatan yang ada di tunnel, dimana sebanyak lebih dari 80 TKA China dan dibantu beberapa warga lokal diketahui mendukung kegiatan non inti seperti pemompaan, housekeeping dan catering. Tersangka tidak mempunyai izin usaha jasa pertambangan (IUJP), yaitu syarat untuk bekerja sebagai kontraktor di wilayah IUP menurut peraturan perundangan yang berlaku. Beberapa TKA yang bekerja di tunnel dan berkegiatan di sekitar pintu tunnel tidak mempunyai visa kerja.
Aktivitas tersebut telah menelan kerugian akibat pertambangan emas tanpa izin di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat mencapai Rp.1,020 triliun.