INIBORNEO.COM, Jakarta 27 Juni 2020. Pertama kali penyidik KLHK menerapkan penegakan hukum pidana multidoor atau pidana berlapis terhadap AZ (44) pelaku perambahan dan perusakan lingkungan di kawasan Hutan Lindung (HL) Lubuk Besar Bangka Tengah dengan mengggunakan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (PPLH) serta Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
AZ akan disidangkan atas tindak pidana perusakan lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang perlindungan lingkungan hidup dan tindak pidana pertambangan tanpa izin dikawasan hutan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Supartono Kepala Penyidik Tindak Pidana Perambahan Hutan Gakkum KLHK mengatakan bahwa tersangka AZ disidik oleh Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Pidana KLHK. Barang bukti dan tersangka AZ terkait pertambangan ilegal kawasan hutan telah diserahkan kepada Kejaksaan Agung dan Kejari Bangka Tengah pada tanggal 4 Juni 2020. Untuk itu kasus AZ akan segera disidangkan.
Supartono menegaskan bahwa AZ di jerat dengan Pasal 89 ayat (1) huruf a jo Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Atas pelanggaran ini AZ diancam pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (Seratus Miliar Rupiah)
Sementara itu, Harianto Kepala Seksi III Gakkum KLHK Wilayah Sumatera di Palembang mengatakan bahwa tersangka AZ juga disidik oleh Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sumatera AZ terkait perusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan illegal di kawasan HL Lubuk Besar. Atas perbuatan ini AZ di jerat dengan Pasal 98 ayat (1) dan/atau Pasal 99 ayat (1) Jo. Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait dengan perusakan lingkungan hidup.
Atas pelanggaran ini, Harianto mengatakan AZ diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000.,00 (Tiga Miliar Rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah).
Harianto menambahkan bahwa tersangka dan barang bukti telah diserahkan ke Kejaksaan pada tanggal 25 Juni 2020. Penindakan pidana berlapis ini diharapkan akan memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan perusakan lingkungan, perusakan hutan, dan/atau pertambangan illegal.
Disamping dijerat kedua undang-undang tersebut, pertambangan ilegal yang dilakukan oleh AZ dapat dipidana juga berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman hukum paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp.100.000.000.000,- (Seratus Miliar Rupiah).
Sustyo Iriyno, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK menegaskan bahwa pihaknya berharap agar majelis hakim dapat menghukum pelaku seberat-beratnya sehingga ada efek jera. “Kami juga sedang mendalami pelaku-pelaku lainnya. Kami melihat bahwa AZ tidak bekerja sendirian. Pengenaan pidana berlapis, multidoor ini merupakan langkah bersejarah dalam penegakan hukum sumberdaya alam di Indonesia. Pertama kali kami melakukan pidana berlapis dengan menggunakan lebih dari satu undang-undang,”kata Sustyo.
“Pelaku akan dihukum berat karena menggunakan lebih dari satu undang-undang. Penerapan multidoor ini akan kami kembangkan untuk penindakan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan lainnya, termasuk penegakan hukum tindak pidana pencucian uang”, pungkas Sustyo. (r-papiadjie)