INIBORNEO, Sintang – WWF Indoneisa bersama Pemerintah Kabupaten Sintang, menandatangani Memorandum of Agreement (MoA) tentang Penyusunan Dokumen Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten Sintang Untuk Kepentingan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Kabupaten Sintang, Senin (17/9) di Hotel My Home. Penandatanganan tersebut menjadi salah satu ikhtiar mempertahankan kelestarian alam serta kearifan lokal terutama ekosistem 10 danau yang ada di Bumi Senentang.
Irwan Gunawan Direktur Kalimantan Yayasan WWF Indonesia menjelaskam arah dari Memorandum of Agreement ini adalah untuk bisa mengelola sumber daya perairan seperti danau-danau yang merupakan lumbung ikan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sintang Nomor 20 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sintang pasal 21 ayat 3 yang menyebutkan bahwa terdapat 10 danau yang masuk kedalam perlindungan.
Kesepuluh danau tersebut yakni Danau Guci-Balai Angin, Danau Jemut, Danau Semetung, Danau Jentawang, Danau Mensiku, Danau Sibab, Danau Aji, Danau Tebing Raya, Danau Ubar, Danau Liot dan Danau Tempunak. Namun saat ini danau tersebut dalam kondisi yang kurang baik, lantaran adanya Illegal fishing, illegal mining dan pembukaan lahan perkebunan menjadi ancaman kondisi danau tersebut.
“Kerjasama ini akan masuk pada teknis dan manajemen pengelolaan danau-danau yang bisa di implementasikan dilapangan dan berkelanjutan. Kerjasama ini juga untuk bisa melakukan rappid assessment dalam membangun kajian akademis tentang pengelolaan danau yang ada di Sintang,” terangnya.
Hasil dari kerjasama ini, tambah dia, nanti seperti terbentuknya tim kerja yang terlibat untuk pengelolaan danau lindung di Sintang, tersedianya data dan rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan danau.
Atas kerjasama yang terjalin dengan Pemkab Sintang itu, besar harapan agar hutan dan alam menjadi lestari. Terlebih saat ini Kabupaten Sintang telah melestarikan diri sebagai kabupaten lestari.
“Manfaat kerjasama ini akan dirasakan oleh anak cucu kita nanti. Untuk itu, kami akan melakukan pendampingan, advokasi dan diskusi yang intensif supaya kerjasama ini bisa berjalan dengan baik,” tandasnya.
Bupati Sintang Jarot Winarno memastikan komitmennya untuk melestarikan alam di kabupaten yang dia pimpin. “Hutan yang ada di Sintang saat ini 1,2 juta hektar dari total 90 juta hektar hutan di Indonesia,” sebut Jarot.
Karena itulah, pihaknya berusaha keras menjaga kawasan hutan yang merupakan sumber air. Baginya, hutan juga sumber bahan pewarna alami untuk tenun unggulan Sintang yakni Tenun Ikat Dayak. Oleh sebab itu, pihaknya berkomitmen untuk mendorong para pengrajin menggunakan pewarna alami.
Di samping itu, saat ini ada banyak desa yang mengajukan status hutan menjadi hutan desa. Masyarakat adat diakuinya sudah banyak yang mengajukan hutan yang ada untuk dijadikan hutan adat. Pihaknya, mempersilakan jika ada desa dan masyarakat adat yang ingin merubah status hutan menjadi hutan desa dan hutan adat.
Begitu pun dengan komitmennya untuk mempertahankan hutan agar tidak beralih status menjadi kawasan perkebunan. “Kami juga komit untuk mempertahankan kawasan hutan untuk tidak boleh dijadikan lahan perkebunan. Meskipun sampai sekarang belum ada kebijakan insentif untuk kabupaten yang mau menjaga hutan. Tidak ada kompensasi sama sekali kepada wilayah yang mau menjaga kawasan hutan,” katanya.
Justru, lanjut dia, saat ini yang malah sanksi bagi daerah yang terjadi musibah kebakaran karena dianggap gagal menjaga hutan. Karena itu pula, pihaknya sangat mengatur ketat soal aturan terkait karhutla. Sejak 16 September 2018, dia melanjutkan, merupakan batas akhir kondisi tanggap darurat kebakaran lahan dan hutan di Kalimantan Barat. Ladang berpindah menurutnya, merupakan kearifan lokal yang tidak boleh dilarang namun mesti diatur secara ketat.
“Maka tata cara pembukaan lahan bagi masyarakat di Kabupaten Sintang merupakan salah satu amanat dalam Peraturan Daerah No 1 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang harus disusun dan diatur dalam Peraturan Bupati Kabupaten Sintang No 57 Tahun 2012 telah mengakomodir kearifan lokal dan diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi bencana Karhutla. Tetapi kalau pada musim kemarau ekstrim, kita larang sama sekali,” paparnya.