INIBORNEO.COM, Pontianak – Harga CPO menunjukkan tren positif sepanjang semester I 2022. Sempat mengalami pelemahan, namun CPO kembali bergairah seiring dicabutnya kebijakan larangan ekspor komoditas ini yang sebelumnya sempat berlaku sementara.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Kalbar Purwati mengatakan harga CPO bergerak naik sepanjang semester II tahun 2021 dan bertahan hingga semester I tahun 2022 dengan kisaran harga antara Rp 12.000 – Rp 15.300/ kg. Harga CPO memperoleh harga terbaik Rp 17.000,-/kg pada bulan Maret 2022.
Sebagaimana diketahui bahwa arus produksi dan serapan ekspor CPO sempat mengalami stagnasi dan diikuti dengan perolehan harga CPO yang cenderung melemah hingga Juli 2022 yaitu sebesar Rp 7.190/Kg.
“Kebijakan pemerintah yang kembali membuka keran ekspor CPO mulai memberikan optimisme dan harapan membaiknya harga CPO ke depan,” ungkap dia.
Gapki Kalbar mencatat posisi harga yang diperoleh pada Agustus 2022 sebesar Rp10.100 /Kg dan September 2022 Rp10.850 / Kg. Harga ini semakin membaik pada penetapan harga periode 1 Desember 2022 sebesar Rp11.621 / Kg.
Dari pergerakan harga CPO tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran strategis minyak sawit sebagai bahan baku produk pangan, oleokimia, dan bahan bakar nabati semakin dirasakan penting untuk dijaga kestabilan harganya mengingat pergerakan harga CPO akan berkorelasi langsung dengan harga tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan petani sawit kita.
“Sebagai pelaku usaha yang mengelola komoditi ini secara langsung dilapangan tentunya berharap tahun 2023 komoditi ini semakin mampu memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Kalbar,” paparnya.
Purwati mengatakan ada beberapa faktor yang cukup mempengaruhi pergerakan harga CPO antara lain permintaan pasar dan kemampuan produsen dalam mengelola CPO.
“Seberapa besar kita dapat menciptakan peluang pasar (demand) dan seberapa besar kita mampu mengelola hasil (supply ) lebih efisien, produktif dan berkualitas,” terangnya.
Tak kalah pentingnya lagi adalah dukungan pemerintah melalui regulasi yang menjamin adanya kepastian hukum dan terpeliharanya iklim usaha yang kondusif. Pihaknya optimis CPO akan terus menjadi komoditas yang memiliki daya saing kuat dibandingkan produk minyak nabati lainnya.
Adapun Tantangan di Kalimantan Barat adalah mendorong CPO yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut menjadi produk yang lebih hilir. Selain itu, diperlukan upaya untuk mengoptimalkan fungsi Pelabuhan Ekspor Kijing. (rilis)