Turun 26,2 Persen, Kabupaten Sanggau Tempati 10 Besar Prevalensi Stunting

  • Share

INIBORNEO.COM, Pontianak – Kabupaten Sanggau menempati posisi 10 besar penurunan prevalensi stunting di Kalbar. Prevalensi stunting Kabupaten Sanggau berada di angka 26,2 persen, angka tersebut hampir mendekati angka prevalensi Provinsi Kalbar yang sebesar 29,8 persen.

Berdasarkan hasil Survei Status gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021, prevalensi kasus gagal tumbuh atau stunting untuk tingkat nasional telah menunjukan adanya penurunan dari 27,7 persen di tahun 2019 menjadi 24,4 persen. Sedangkan prevalensi angka stunting di Kalimantan Barat yaitu sebesar 31,46 persen di tahun 2019 menjadi 29,8 persen pada tahun 2021. Dan Kabupaten Sanggau sendiri berada di 10 besar daerah yang prevalensi stunting turun yaitu sebesar 26,2 persen. Angka itu hampir mendekati angka prevalensi Provinsi Kalbar yang sebesar 29,8 persen.


“Penurun prevalensi stunting itu tidaklah mudah, namun jika kita semua bekerjasama, berkolaborasi dan bersinergi dengan semua komponen, baik itu dari pemerintah maupun dari pihak swasta mulai dari tingkat pusat hingga tingkat desa, kami yakin dan percaya prevalensi stunting itu dapat kita turunkan,” kata Plt Kepala Perwakilan BKKBN Kalbar, Muslimat di Sanggau beberapa waktu lalu.

Muslimat mengatakan, cakupan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan BOKB (Bantuan Operasional Keluarga Berencana) Kalbar yang masih sangat rendah, menjadi salah satu indikator untuk menurunkan prevalensi stunting.

“Realisasi dana tersebut masih sangat rendah di Kalbar. Padahal saat ini telah memasuki memasuki semester kedua di tahun 2022,” jelasnya.

Adapun besaran DAK fisik secara keseluruhan untuk kabupaten/kota pada tahun 2022 adalah sebesar Rp12 miliar. Namun realisasinya sampai 14 Juli 2022 baru sebesar 0,36 persen. Sedangkan cakupan realisasi BOKB juga masih rendah yaitu sebesar 10,02 persen dari total anggaran di tahun 2022 senilai Rp59 miliar.

“Kemudian untuk anggaran khusus untuk oprasional percepatan penurunan stunting yang terdapat di BOKB dengan jumlah total yaitu sebesar Rp29,8 miliar. Untuk realisasinya hingga pertengahan Juli 2022 hanya baru sebesar 2,17 pesen,” kata Muslimat.

Begitu pula Kabupaten Sanggau yang nilai realisasinya bahkan 0 persen. Besaran pagu dan besaran realisasi untuk DAK fisik Sanggau itu sebesar Rp 896.619.000 terealisasi 0 persen.

“Sedangkan pagu BOKB sebesar Rp 5,105.664.900 dengan realisasi sebesar Rp 85.084.100 (1,67 persen) , stunting sebesar Rp 2,765.780.000 realisasinya 0 persen,” ungkapnya lagi.

Untuk itu BKKBN bersama Komisi IX DPR RI mengajak seluruh stakeholder secara masif turunkan angka stunting. Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin mengatakan penanganan kasus gagal tumbuh pada anak atau stunting tidak hanya bisa di serahkan kepada salah satu badan atau instansi saja, akan tetapi perlu melibatkan semua pihak termasuk dari masyarakat, organisasi kemasyarakatan, LSM dan perusahaan-perusahaan baik itu perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta.

“Guna mencegah terjadinya kasus stunting khususnya di wilayah Kalimantan Barat ini saya mengajak seluruh stakeholder secara masif bahu membahu berupaya untuk mencegah dan menurunkan percepatan angka stunting,” kata Alifudin saat hadir dalam sosialisasi stunting di Kabupaten Sanggau, kemarin.

BKKBN sebagai koordinator penurunan percepatan kasus gagal tumbuh itu, memiliki dana yang ada miliaran, namun dana-dana itu tidak hanya ada di BKKBN saja akan tetapi dana tersebut tersebar di semua lembaga terkait program penurunan stunting.

“Bahkan sumber dananya pun bukan hanya dari APBN, APBD provinsi maupun kabupaten/kota saja. Akan tetapi kami juga meminta partisipasi dari pihak perusahaan-perusahaan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan bisa ikut mengatasi stunting diwilayah kerjanya dengan cara memberi bantuan kepada keluarga yang anaknya mengalami stunting,” tambahnya.

Alifudin kembali mengatakan, pemerintah melalui BKKBN dan Komisi IX DPR RI bekerja keras dalam mengatasi stunting karena hal itu menyangkut kelangsungan kemajuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa yang akan datang.

“Banyaknya jumlah kasus stunting akan sangat menganggu kualitas SDM dan tampa kasus stunting atau gagal tumbuh pada anak, Indonesia akan memetik bonus demografi SDM yang dapat diandalkan memajukan bangsa dan negara ini. Makanya upaya pencegahan stunting ini sangat penting kita dilakukan secara masif bersama-sama. Saya yakin apabila itu kita lakukan target menurungkan stunting sebesar 14 persen secara secara nasional di tahun 2024 dapat kita capai,” tutupnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *