INIBORNEO.COM, Pontianak – Kota Pontianak seolah tak pernah kehabisan sudut nyaman untuk menyeruput kopi. Bagi banyak orang, kedai kopi bukan sekadar tempat singgah, melainkan ruang kecil untuk merawat diri.
Wulan adalah salah satunya. Perempuan muda itu hampir selalu terlihat di coffee shop langganannya. Ia mengaku sanggup ngopi dua kali sehari. Baginya, secangkir kopi lebih dari sekadar minuman penyemangat.
“Alasan suka ngopi karena suasananya enak. Bisa quality time sendiri, bareng teman, atau pasangan. Kadang juga untuk naikin mood,” ujarnya.
Di sudut meja, Wulan sering menghabiskan waktu membuka media sosial, bermain ponsel, hingga membuat konten TikTok. Maraknya coffee shop di Pontianak, menurutnya, justru menjadi berkah sosial.
Julukan Pontianak sebagai Kota Seribu Warung Kopi bukan lagi sekadar metafora. Berdasarkan data Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sektor makanan dan minuman yang dirilis Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pontianak per Agustus 2025, tercatat 1.035 warung kopi dan coffee shop beroperasi di kota ini. Angka tersebut diperkirakan terus bertumbuh seiring meningkatnya kebutuhan ruang komunal dan gaya hidup masyarakat urban.
“Warung kopi dan coffee shop di Pontianak tumbuh sebagai bagian dari budaya masyarakat. Ini menjadi tempat interaksi sosial, kreativitas, sekaligus penggerak ekonomi sektor UMKM. Pemerintah kota mendukung tumbuhnya usaha-usaha ini karena memberi kontribusi pada PAD dan membuka lapangan kerja,” ujar Wali Kota Pontianak, Edi Kamtono, Jumat (21/11/2025).

Dari total 1.035 usaha tersebut, Pontianak Selatan menjadi kawasan dengan jumlah terbanyak, yakni 368 usaha atau sekitar 32 persen. Disusul Pontianak Kota dengan 362 usaha atau sekitar 31,6 persen. Sementara itu, Pontianak Tenggara mencatat 136 usaha, Pontianak Timur 59 usaha, Pontianak Utara 57 usaha, dan Pontianak Barat 48 usaha.
Edi menilai, sebaran usaha yang cukup merata menunjukkan gairah ekonomi masyarakat yang positif. Pemerintah, katanya, terus mendorong kemudahan perizinan, ketertiban administrasi pajak, serta pembinaan bagi pelaku usaha kuliner dan minuman.
Visual data yang ditampilkan Bapenda menunjukkan keberagaman jenis usaha, mulai dari warung kopi tradisional hingga kedai kopi modern. Aktivitas masyarakat yang memenuhi kedai-kedai populer juga mempertegas bahwa budaya ngopi kini menjadi bagian identitas sosial warga Pontianak.
Rhiza, salah satu barista di sebuah coffee shop Pontianak menyambut positif pesatnya pertumbuhan tempat ngopi di kota ini. Menurutnya, banyaknya kedai kopi justru tidak menciptakan persaingan ketat karena masing-masing memiliki segmen pasar berbeda.
Salah satu faktor yang menentukan pilihan pelanggan, lanjutnya, adalah kenyamanan suasana.
“Suasana itu sangat berpengaruh untuk pelanggan yang ingin WFC atau belajar, sesuai kebutuhan mereka,” ujarnya.
Namun, Rhiza menyebut ada tantangan dari sisi lapangan pekerjaan. Banyak pemilik usaha cenderung mencari barista tanpa pengalaman dan berusia relatif muda, sehingga kesempatan kerja bagi barista berpengalaman menjadi lebih sempit.











