Gen Z Berpenghasilan Jutaan dari Online tapi Tetap Masuk Data Pengangguran

  • Share
Ilustrasi (Doc unsplash.com)

INIBORNEO.COM, Pontianak – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pontianak mengungkap fenomena yang membuat data pengangguran di Kota Pontianak tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi sebenarnya. Kepala Bidang Pelatihan, Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Disnaker Kota Pontianak, Romawi Marthin, menyebut sebagian besar Gen Z kini memiliki penghasilan stabil dari pekerjaan berbasis daring, mulai dari penjualan digital hingga freelance, namun tetap mengaku “belum bekerja”.

“Bagi mereka, bekerja itu berarti punya kantor, gaji tetap, hak cuti, dan sistem kerja formal. Padahal menurut standar ILO, seseorang dianggap bekerja jika melakukan aktivitas produktif minimal satu jam dalam seminggu,” ujarnya, Senin (17/11/2025).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pontianak pada Agustus 2025 turun menjadi 7,91 persen. Angka tersebut dinilai belum mencerminkan situasi di lapangan karena adanya perubahan perspektif tentang “bekerja”, terutama di kalangan Generasi Z.

Romawi menambahkan, tidak sedikit Gen Z yang berpenghasilan Rp4 juta hingga Rp7 juta per bulan, namun tetap tercatat sebagai pengangguran karena persepsi bahwa pekerjaan informal dan online “tidak dianggap pekerjaan”.

Selain fenomena Gen Z, angka pengangguran di Kota Pontianak juga dipengaruhi mobilitas mahasiswa dan lulusan SMK dari luar daerah. Berdasarkan data Disnaker, hanya 42–45 persen mahasiswa yang kembali ke kampung halaman setelah lulus. Sisanya memilih tetap tinggal di Pontianak dan otomatis masuk ke dalam statistik pengangguran, meski belum tentu aktif mencari pekerjaan

Kondisi serupa terjadi pada lulusan SMK yang datang dari kabupaten/kota lain. Banyak yang menetap sementara di Pontianak setelah lulus, sehingga turut tercatat sebagai pengangguran, padahal sebagian kemudian bekerja di daerah asalnya. Situasi ini membuat TPT Pontianak terlihat lebih tinggi dari kondisi riil di lapangan.

Disnaker juga mencatat peningkatan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK), dengan proporsi terbesar dialami perempuan. “Contohnya, penutupan Rumah Sakit Pemeriksaan menyebabkan 112 tenaga kerja dirumahkan, dan 79 di antaranya perempuan. Ada pula dua rumah bersalin yang tutup, dengan total 40 pekerja diberhentikan, 38 di antaranya perempuan,” jelas Romawi.

Di sisi lain, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Barat menyatakan telah menyiapkan sejumlah strategi untuk memastikan lulusan SMK dapat langsung terserap dunia kerja. Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan SMK Disdikbud Kalbar, Samsuni, menyebut saat ini terdapat 740 perusahaan yang bermitra dengan 234 SMK di Kalbar.

“Kami fokus pada penyerapan lulusan SMK. Ini bagian dari program DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) yang dicanangkan BPP Provinsi,” katanya.

Disdikbud Kalbar juga melakukan sinkronisasi kurikulum agar selaras dengan kebutuhan industri digital, menghadirkan instruktur tamu dari dunia usaha dengan ketentuan minimal 50 jam pelajaran per semester, serta memperkuat pendampingan antar-siswa.

Selain itu, pemerintah menyalurkan dana sharing Rp100 ribu per siswa per bulan untuk meningkatkan kompetensi guru dan siswa. Setiap SMK diwajibkan menggelar minimal tiga pelatihan guru per tahun serta rutin menyelenggarakan job fair guna menekan angka pengangguran.

Meskipun TPT Pontianak menunjukkan tren penurunan, berbagai faktor seperti pergeseran pola kerja Gen Z, mobilitas pelajar, hingga kasus PHK membuat data pengangguran perlu diinterpretasikan secara hati-hati.

“Harus ada kolaborasi lintas sektor terutama antara pemerintah, industri, dan dunia Pendidikan agar penurunan angka pengangguran benar-benar mencerminkan kondisi riil di lapangan,” tutup Romawi.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *