SEPARKA: Kalimantan Barat Terjebak Krisis Tanah, Reforma Agraria Harus Sejati

  • Share
Salah satu contoh hutan yang dibabat untuk kepentingan industri ekstraktif.

INIBORNEO.COM, Pontianak – Memperingati Hari Tani Nasional ke-65, Sentral Perjuangan Rakyat Kalimantan Barat (SEPARKA) menyoroti krisis agraria yang semakin menekan masyarakat di provinsi tersebut. Alih-alih menegakkan amanat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960, kebijakan pemerintah justru dinilai membuka jalan bagi monopoli tanah dan perampasan ruang hidup rakyat.

“Di Indonesia ada 25.863 desa yang berada di kawasan hutan, hampir sepertiga dari total desa nasional. Kalimantan Barat menghadapi situasi yang sama, di mana petani dan masyarakat adat kerap dianggap ilegal di tanah leluhur mereka sendiri,” tegas SEPARKA dalam pernyataan sikap, Selasa (24/9).

Tanah Rakyat Jadi Konsesi

Kalimantan Barat memiliki luas 14,7 juta hektar, dengan 8 juta hektar lebih diklaim sebagai kawasan hutan dan perairan. Menurut SEPARKA, status hukum ini membuka ruang bagi izin konsesi besar-besaran, baik untuk perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI), maupun proyek strategis nasional.

“Setiap konsesi hampir selalu bersumber dari perampasan tanah rakyat. Petani, masyarakat adat, hingga komunitas lokal dipaksa kehilangan tanah ulayat yang dikelola turun-temurun,” tulis SEPARKA.

Buruh dan Nelayan Ikut Terdampak

Krisis tanah di Kalbar juga berdampak pada kelompok lain. Buruh perkebunan sawit disebut terjebak dalam upah murah, sistem kontrak, dan ketiadaan jaminan sosial.

“Upah buruh sawit berbanding terbalik dengan tenaga yang mereka keluarkan. Hak normatif buruh juga tidak terpenuhi,” kata SEPARKA.

Sementara itu, nelayan kecil kehilangan ruang tangkap akibat kebijakan zonasi laut dan maraknya kapal besar yang merusak ekosistem.

Perempuan Petani Tak Diakui

SEPARKA menilai negara masih menghapus peran perempuan dalam agraria. Mereka tidak diakui sebagai subjek petani dalam dokumen resmi sehingga tak terdata sebagai penerima subsidi dan bantuan.

“Pemerintah harus melakukan pendataan ulang secara inklusif. Petani perempuan harus dicatat sebagai subjek utama pertanian, agar kebijakan dan anggaran lebih adil,” tegas mereka.

Tuntutan Reforma Agraria Sejati

Dalam momentum Hari Tani Nasional, SEPARKA menuntut pemerintah:

  • Hentikan monopoli dan perampasan tanah melalui proyek strategis nasional, perdagangan karbon, dan penertiban kawasan hutan.
  • Sahkan Undang-Undang Masyarakat Adat untuk melindungi hak ulayat.
  • Naikkan status buruh harian lepas menjadi tetap, serta hentikan sistem kontrak yang merugikan.
  • Berikan subsidi alat tangkap dan perahu untuk nelayan kecil.
  • Akui perempuan petani sebagai subjek agraria.

“Tanah harus kembali pada rakyat, bukan pada korporasi atau kepentingan militer. Tanpa itu, Kalimantan Barat akan terus terjebak dalam pusaran krisis tanah,” pungkas SEPARKA.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *