Anak-anak Disabilitas Netra Gelar Upacara Hari Kemerdekaan

  • Share
Anak-anak disabilitas netra dari LPI Arrahman
Anak-anak disabilitas netra dari LPI Arrahman usai menggelar upacara bendera peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia.

INIBORNEO.COM, Pontianak – Halaman lembaga Pendidikan Islam (LPI) Arrahmah Pontianak dipenuhi barisan anak-anak disabilitas netra, yang bersiap menggelar  upacara Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2025 pagi.

Momen paling menyentuh terjadi ketika tiga siswi disabilitas netra maju sebagai petugas pengibar bendera. Satu siswi SMA dengan percaya diri berdiri di tengah, diapit dua siswi SD berseragam merah putih. Meski tak dapat melihat, tangan kecil mereka tetap mantap memegang Sang Saka Merah Putih. Seorang guru membantu mengikat tali bendera ke tiang, lalu perlahan bendera merah putih itu pun berkibar gagah di langit Pontianak.

Suasana hening menyelimuti halaman. Anak-anak menyanyikan ‘Indonesia Raya’ dengan penuh semangat, diikuti pembacaan teks proklamasi, pembukaan UUD 1945, hingga doa. Semuanya dibawakan langsung oleh siswa tunanetra. Upacara dipimpin oleh seorang siswa SMP, sementara komandan upacara dipercayakan kepada Kepala LPI Arrahmah, Tuah Rifky Perkasa.

“Dengan kekurangan mereka, mereka tetap bersemangat menunjukkan bahwa kami ini ada. Bahwa disabilitas juga bisa sama seperti anak-anak lain, sesuai kemampuan kami,” tutur Tuah, kepala LPI Arrahmah.

Salah satu siswa, Ishamsul Arifin (13), tahun ini mendapat kehormatan menjadi MC upacara. Menurutnya, kemerdekaan itu artinya mengenang jasa pahlawan supaya punya jiwa berani dan tegas.

“Upacara setiap Agustus selalu memberi saya semangat seperti merasakan semangat para pahlawan terdahulu. Menurut saya kita jadi penerus cita-cita pahlawan yang belum tercapai,” ujarnya penuh keyakinan.

Meski perjalanan ia belajar penuh tantangan, Isham tetap optimis. Ia bercerita saat dirinya pertama kali belajar membaca huruf braille yang dirasanya tidaklah mudah.

“Belajarnya susah sampai saya demam. Jadi saya hafalkan bertahap, dari A sampai J, lalu lanjut lagi. Butuh waktu dua tahun baru lancar,” kisah siswa SMP kelas 1 yang hobi bermain laptop.

Isham yang bercita-cita menjadi pengusaha ini berharap sekolah untuk anak-anak seperti mereka bisa lebih baik lagi dan tidak fipandang sebelah mata.

“Kalau untuk Indonesia, negara yang Izham banggakan dan cintai, Isham minta kedamaian dan kepedulian untuk rakyatnya,” harapnya.

Upacara 17 Agustus ini juga diikuti oleh para alumni yang menceritakan hal yang sama saat belajar membaca dan menulis dengan Braille. Salah satunya Muhammad Badra Pandita Anas, alumni kelahiran 2006, kini kuliah di Universitas PGRI Pontianak jurusan Penjaskes. Ia pernah menorehkan prestasi renang tingkat nasional bersama NPCI (National Paralympic Committee Nasional Indonesia) Kalbar.

“Saya low vision, masih bisa melihat dua meter. Baru belajar braille tahun lalu, dan itu sangat sulit. Tapi saya ingin jadi guru olahraga,” kata Badra.

Selaku alumni, ia ingin terus menularkan semangat kemerdekaan kepada adik-adik kelasnya yaitu untuk tidak menyerah mengejar impian.

“Karena merdeka itu artinya kita mendapatkan hak yang sama dengan yang lain. Kita juga mampu sekolah tinggi dan menggapai cita-cita kita,” katanya.

Warisan Qoriah

Lembaga Pendidikan Islam Arrahmah sendiri lahir dari niat tulus sebuah keluarga besar. Ketua lembaga, Tuah Rifky Perkasa, bercerita bahwa rumah peninggalan kakeknya sejak awal memang diniatkan sebagai tempat siar Islam. Tahun 2012, lembaga ini diresmikan khusus membina anak-anak tunanetra.

“Awalnya diinisiasi almarhumah Hajjah Zulfikar, seorang qoriah internasional. Dari beliau lahir gagasan untuk membimbing anak-anak netra agar bisa membaca Qur’an. Kini kami mendampingi 19 siswa dari jenjang SD, SMP, hingga SMA Filial SLB Rasau Jaya. Pendidikan di sini gratis, dengan fasilitas laptop, musik, hingga olahraga,” ungkap Tuah.

Selama ini, LPI Arrahmah berafiliasi dengan SLB Negeri Rasau Jaya agar anak-anak bisa tetap mendapat layanan pendidikan resmi tanpa harus pergi jauh ke Rasau.

“Karena SLB negeri di Pontianak ini hanya ada SLB Rasau Jaya yang letaknya sangat jauh,” ucapnya.

Banyak yang berharap Arrahmah dapat menjadi SLB swasta namun ia mengaku pihak pembina maupun pengurus masih perlu mengkaji dulu karena pasti akan panjang prosesnya.

“Yang jelas saat ini, kita masih terus fokus ke pendidikan anak-anak tuna netra. Karena disini belajar tidak kita pungut biaya. Kita siapkan fasilitas seperti laptop, keseniannya juga ada alat-alat musik, olahraga juga bagi yang suka olahraga karena anak-anak ini banyak juga yang berprestasi. Ada yang juara catur, renang hingga tenis meja,” jelasnya.

Menurutnya, kelebihan dan kesempatan yang sama dengan anak-anak normal lain masih menjadi fokus. Apa yang menjadi keinginan para siswa, sebisa mungkin akan difasilitasi dan diarahkan.

“Tugas kami membantu mereka. Prestasi anak-anak ini juga yang banyak membantu lembaga pendidikan ini berkembang. Bantuan dari pemerintah juga cukup membantu. Dan ini juga adalah ibadah bagi kami,” ungkapnya.

Namun ia tetap memiliki harapan kepada pemerintah agar kampus dan lembaga pendidikan tinggi lebih ramah disabilitas. “Misalnya menyediakan jalur khusus, atau tanda braille di kampus agar mereka tidak kesulitan,” tambahnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ihwani, salah satu pembina Arrahmah yang berharap kerja sama atau Filial ini tidak terputus.

“Kalau harus berdiri sendiri sebagai sekolah swasta, izinnya sangat berat. Kasihan anak-anak kalau pendidikannya terkatung-katung. Pemerataan pendidikan sudah ada, tapi untuk disabilitas fasilitas masih sangat kurang,” ujarnya.

Tawa Kemerdekaan

Selepas upacara, halaman sekolah mendadak riuh. Anak-anak tertawa lepas ketika pengumuman lomba 17an yang sudah dilakukan beberapa hari yang lalu, diumumkan. Semuanya turut senang saat hadiah perlombaan dari lomba cerdas cermat, pesan berantai, hingga lomba sarung berjalan dibagikan. Wajah mereka sumringah, penuh kebanggaan kecil atas perjuangan besar.

Ngatinem, guru SLB Negeri Rasau Jaya, mengatakan peringatan 17 Agustus oleh anak-anak tunanetra juga berlangsung meriah dan sukacita. Menurutnya, mereka juga mendapatkan hak yang sama karna hari kemerdekaan diisi dengan lomba-lomba yang meliputi pengetahuan akademik seperti cerdas cermat, lomba hafalan dan membaca. Di bidang olahraga ada sarung berjalan, bawa kelereng. Mereka sangat antusias mengikuti perlombaan.

“Untuk jenjang SD lomba menghafal teks pancasila. Penilaian dari sikap, pelafalan dan intonasinya. Untuk SMP, hafalan teks proklamasi, SMA hafalan teks UUD 1945.

Upacara bendera di Lembaga Pendidikan Islam Ar Rahmah dilakukan rutin setiap tahun. Petugasnya siswa siswi. Yang dipilih anak-anak yang sudah lancar membaca,” jelasnya.

Dari halaman sederhana LPI Arrahmah, anak-anak tunanetra di Pontianak mengajarkan makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Bahwa kemerdekaan bukan soal fisik yang sempurna, melainkan semangat untuk berdiri tegak, meski dalam keterbatasan.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *